Judul Buku: Sapatualang Edisi Jalan-Jalan ke Bukittinggi dan Padang

Penerbit: Stiletto Book

Cetakan/Tahun: Cetakan 1, Oktober 2025


Buku Sapatualang edisi Bukittinggi dan Padang. 
(Foto: koleksi pribadi)


Yunis Kartika kembali mengeluarkan buku terbaru gendre perjalanan. Kali ini mengangkat judul Sapatualang edisi Jalan-Jalan ke Bukittinggi dan Padang. Melalui penerbit Stiletto Book ini, Yunis menceritakan tentang pelbagai perjalanannya di Bukittinggi dan Padang bersama suami. Perjalanan ditempuh melalui jalur darat, menyusur pulau Sumatera menuju Ranah Minang. Mereka menyetir kendaraan bergantian, saat lelah mereka pun istirahat di beberapa titik peristirahatan. Proses perjalanan yang menarik.


Yunis aktif dipelbagai organisasi, salah satunya jadi anggota Mapala Argawilis (unit kegiatan mahasiswa) saat masih kuliah di jurusan teater di ISBI (Institut Seni Bandung Indonesia) tahun 1997. Sepertinya kegiatan menjadi anggota Mapala Argawilis mengolah keberanian atau fase tumbuhnya inspirasi untuk melakukan perjalanan seperti ini. Tidak hanya melakukan perjalanan intuitif, tapi saya percaya setiap perjalanan yang dilakukannya diiringi dengan bekal ilmu dan kesiapan fisik. Terlihat dari setiap kisah dibalik destinasi yang didatanginya, memberi kekayaan pengetahuan dan nilai hidup masyarakat tersebut.


Melalui Sapatualang, perjalanan penulis ke berbagai lokasi membuka jendela pengetahuan dan mengolah rasa pembaca. Buat yang awam kota Bukittinggi dan Padang, buku ini menimbulkan kesadaran kekayaan hayati, kekuatan akar budaya, kehidupan sosial yang kaya.  


Jam Gadang.
Foto: Akun IG Yunis Kartika

Buku seri Sapatualang ini unik, penulis menghadirkan sepatu sebagai tokoh utama. Seolah-olah sepatu menceritakan setiap langkah kakinya menuju titik-titik destinasi bersama Yunis. Dalam beberapa situasi, sepatu menjadi mata dan rasa pencerita. Sepatu menjadi tokoh perjalanan yang hidup namun pengemasannya tetap realis. Dimana si sepatu mencatat perjalanan menemani Yunis dan suaminya mengikuti petualangannya.


Bisa jadi, ide ini hadir karena Yunis memiliki latar pendidikan teater di ISBI. Sehingga muncul sisi dramatis si sepatu. Seperti muncul situasi sepatu ketika harus melewati jalan yang becek dan berlubang.


Mungkin itu sebabnya judul besar buku ini Sapatualang, gabungan dari Sapatu (sepatu, bahasa Sunda) dan petualang. Buku Sapatualang kali ini merupakan seri ketiga, Saputualang pertama yaitu Jalan-Jalan ke Bangka, lalu seri kedua merupakan catatan Jalan-Jalan ke Belitung. Kamu bisa mengoleksi ketiganya.


Catatan perjalanan dalam buku mungil namun kaya pengetahuan ini dibagi 2 bab. Bab pertama mengangkat kota Bukittinggi yang membahas 6 judul, sementara bab kedua membahas perjalanan ke Padang yang mengangkat 9 judul. Setiap judul memaparkan situasi lokasi yang dikunjungi, waktu yang ditempuh dari satu lokasi ke lokasi lain, tiket masuk ke lokasi wisata, sejarah bahkan kearifan lokal masyarakatnya.


Di Bukittinggi, kita seolah diajak melakukan perjalanan mengenal tokoh bangsa Bung Hatta dengan mendatangi museum rumah kelahirannya, mengunjungi Jam Gadang, Lubang Japang, Ngarai Sianok, Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma dan Lembah Anai.  


Museum rumah kelahiran Bung Hatta.
Foto: IG Yunis Kartika.

Sementara di Padang, pembaca akan diajak melakukan perjalanan reflektif di Masjid Raya Sumatera Barat, Museum Adityawarman, Museum Randang Padang, Pantai Air Manis (lokasi legenda Malin Kundang), Jembatan Siti Nurbaya, Monumen Korban Gempa Padang, kuliner khas Ranah Minang, jejak sejarah Pantai Buruih sampai ditutup dengan tips lokasi belanja dan transportasi di Padang dan Bukittinggi. 


Setiap kisah destinasi dipaparkan secara detil, baik kondisi fisik maupun nilai-nilai kehidupan suku Minang yang divisualisasikan dengan kata-kata. Melalui catatan penulis, kita menemukan Bukittinggi dan Padang merupakan kota yang istimewa karena identitas budaya yang dijaga kuat. Selain memelihara budayanya, masyarakat setempat memelihara bangunan fasilitas publik di Padang Lama pada masa kolonial Belanda. Ada bangunan yang didirikan pada abad ke-19, gedung De Javasche Bank pada tahun 1830, gedung perusahaan dagang pada tahun 1926, selengkapnya bisa membuka buku Sapatualang.


Gedung peninggalan kolonial Belanda
di Padang Lama. 
Foto: IG Yunis Kartika

Setiap catatan destinasi dari buku mungil ini memaparkan peradaban Ranah Minang dari segala sisi, sehingga memberi gambaran luas nilai kehidupan yang membentuk identitas masyarakat yang dikunjunginya. Sayangnya, foto yang melengkapi catatan kurang begitu jelas, karena ukurannya kecil, hitam putih dengan pencahayaan agak gelap. Meskipun begitu, cukup memberi suasana destinasi yang dikunjunginya. Buat pembaca yang mulai penasaran, bisa jadi mencari foto-foto lokasi di media sosial Yunis Kartika.


Sebagai buku travel, konsep buku ini cocok juga untuk teman perjalanan untuk mengisi suasana dan inspirasi. Ukurannya A5, kecil, bobotnya ringan karena menggunakan kertas jenis bookpaper berwarna krem, sehingga praktis untuk dibawa ke mana-mana. Meski bawa barang banyak, buku Sapatualang bisa jadi buku panduan yang diselap selip di kantung tas.


Membaca seri buku traveling Sapatualang jadi mengingatkan aku pada sepotong adegan film Notting Hill. Film komedi romantis mengangkat tema kehidupan pemilik toko buku di Notting Hill. Menjadi perhatian aku, tokonya ini hanya menyediakan buku-buku spesifik bertema perjalanan; buku-buku referensi destinasi perjalanan. Melihat settingan buku-buku di film tersebut memberi gambaran besar tentang kebutuhan buku bertema perjalanan agar kita bijak ketika menginjakan kaki di tanah orang dan bisa mendatangi lokasi-lokasi yang penting.


Melalui seri buku Sapatualang, kita diajak lebih dalam mengenal nilai budaya, alam, makanan yang mempengaruhi akar budaya setempat. Perjalanan yang diikat dengan dengan tulisan bisa bertahan lebih lama. Kumpulan kata ini menjadi estafet pengetahuan agar siapa pun yang membacanya dapat meluas hati dan pikirannya untuk terus menjaga bumi dan penghuninya.


Ima. Bandung, 13 Desember 2025




Beberapa hari lalu, aku dapat buku yang baru saja dilahirkan oleh Kang Dudi Rustandi berjudul Digital Public Relations. Buku terbitan Simbiosa Rekatama Media pada bulan April 2024 ini memaparkan era fungsi digital informasi yang mempengaruhi gaya hidup komunikasi saat ini. Isinya mengurai dunia digital yang berkaitan membangun reputasi, digital pubic relation (PR) dari era 0.1 hingga 0.5, konsep dasar PR, elemen penting dalam digital PR, strategi hingga digital branding.

Melalui buku ini memetakan fungsi digital dan cara membangun komunikasi digital yang tepat. Sehingga kita semakin memahami kebutuhan dan perkembangan ekonomi, digital PR memberi kekuatan karakter antar individu maupun kelompok di tengah berbagai segmen masyarakat.

Komunikasi di ranah digital saat ini, bisa menghadirkan karakter tertentu. Kedekatan digital PR dapat terbangun dengan baik antar individu, individu dengan publik, publik dengan individu. Saat ini situasi keterhubungan komunikasi digital cenderung lebih cepat dan dekat, yang dapat meringkas ruang dan waktu.

Kalau kita melihat perkembangan ke belakang, media komunikasi dan informasi dibagi berdasarkan metode pengirimannya dan disusun dalam tipe-tipe perusahaan yang berbeda. Penerbit untuk koran, majalah dan buku. Studio untuk rekaman dan gambar hidup. Stasiun untuk radio dan televisi. Kini, dengan adanya internet menyampaikan berbagai media cetak, siaran, film, musik yang dapat dikelola, digunakan bahkan kita dapat mengapresiasinya tanpa batas.

Buku ini mencatat sejarah berbagai teknologi yang mempengaruhi cara berkomunikasi dengan publik yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan maupun individu. Bagaimana setiap generasi ternyata terpengaruh dan berdaptasi dengan cepat dengan pelbagai perkebangan teknologi. Ada yang mampu mempelajari dan mempelajari cara-cara mengelola jaringan dengan kekuatan internet. Namun, tak sedikit yang tetap merasa nyaman mencari informasi dalam sistem media cetak.


 

Seperti yang tertera dalam buku tersebut, pada tahun 1970-an, kita mendapatkan media komunikasi dan informasi berdasarkan sistem penyampaiannya. Kalau media yang berbentuk kertas yang dicetak, saat itu namanya bulletin, koran, majalah, tabloid, buku. Kemudian media yang menggunakan antena, membawa siaran melalui sinyal yaitu radio dan televisi. Lalu musik dan film, membutuhkan kaset, disket, piringan hitam agar kita bisa mengapresiasinya.

Buat generasi Y dan millenial, teori perkembangan teknologi komunikasi tumbuh bersama usianya. Membaca buku PR Digital ini seperti membaca sejarah diri yang beradaptasi secara otodidak, trial and error dalam mempelajari kebaruan berkomunikasi dan membangun diri dalam berbagai platform dan dunia cyber lainnya. Informasi yang hanya dari televisi, radio, koran, lalu terus berubah wujud berkomunikasi menggunakan media sosial berupa aplikasi whatsapp, telegram sampai website yang menampung berbagai informasi dan hiburan.

Saya sendiri termasuk yang tertarik mengeskplore dan mencoba berbagai perkembangan alat komunikasi dan informasi. Mulai dari satu saluran televisi sifatnya central yang mulai menyala hanya dari jam 17.00-23.00 WIB, mencari informasi ke perpustakaan atau berburu majalah bagus ke pasar buku bekas di Cikapundung, hingga kini bisa mendapatkan informasi dari manapun, dari siapapun. Karena semua orang bisa mengolah cerita, berita, tulisan di micro blog dan media sosial. Dari situasi yang banyak upaya hingga begitu mudah mendapatkan berbagai pelajaran dari berbagai platform. Sifatnya meringkas waktu dan tempat.

Buat generasi Y dan millenial, mengalami berbagai evolusi informasi dan komunikasi di tengah masyarakat dunia. Terlebih ketika akhir tahun 2019, masyarakat dunia melewati pandemi corona yang membuat kita berkomunikasi tanpa tatap muka. Mulai dari menjaga hubungan keluarga, pekerjaan, perputaran ekonomi hingga pendidikan semua sistem komunikasi diantisipasi secara online. Semua orang beradaptasi tetap di rumah tapi tetap bisa berkomuniasi dan mengolah diri.

Penulis buku ini dikenal sebagai dosen Prodi Ilmu Komunikasi Telkom, memaparkan dengan lugas dunia digital. Karena selain mempelajari, beliau juga mempraktekan sebagai pengelola persola blog dan tergabung dalam berbagai komunitas blog. Terlihat jelas dalam bukunya, setiap bab menerjemahkan berbagai fungsi digital yang dikelola dengan tepat oleh PR sehingga dapat diterima oleh public yang tepat.

“Kini blogging menjadi salah satu aktivias dan bagian tidak terpisahkan dari pekerjaan Public Relation (PR). PR sadar akan pentingnya eksistensi dan reputasi perusahaan melalui kata kunci positif pada media digital. Oleh karena itu, salah satu yang menjadi mitra kolaborasinya adalah blogger.” (Digital Public Relation, hal. 157)

Begitupun ketika saya bisa mewujudkan kesukaan menulis di media blog. Saat itu tahun 2002, saya baru mempelajari dan menggunakan media sosial sekaligus blog yang bernama Friendster. Beberapa teman yang usianya di atas saya, masih merasa rigid dengan new media komunikasi ini. Merasa canggung dan geli bisa membangun jaringan dengan cara online. Situasi teknologi yang menghadirkan euphoria ilmu pengetahuan yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat.

Sesuai usia lahirnya blog saya ini, saya kelola dan isi dalam rangka latihan menulis pada tahun 2002. Ditulis sendiri, diapresiasi sendiri, pembacanya juga kalangn teman-teman dan saudara. Saya jadi asik sendiri dengan dunia menulis yang aku impikan sejak kecil. Blog menjadi titik cerah buat saya yang tidak punya dasar pendidikan di dunia menulis.

Kembali pada tahun 2001, paska keruntuhan pemeritahan Soeharto pada tahun 1998 muncul semacam situasi euphoria kebebasan berpendapat, bersikap, keberanian menjual berbagai buku yang sempat dilarang oleh pemerintah saat itu. Bahkan tak sedikit orang-orang berani menelurkan buku-buku terbitan sendiri dan menghidupkan ruang-ruang kreasi yang sifatnya memfasilitasi kebutuhan komunal. Kalau dulu, kalau ada perkumpulan yang sifatnya komunal, kerap menimbulkan kecurigaan akan menciptakan gerakan yang bisa membahayakan negara.

Masuk tahun 2019 dimana orang-orang diajak untuk melek teknologi karena faktor pandemi corona. Semua generasi termasuk babyboomers mau tidak mau mempelajari teknik berbagi informasi mulai dari aplikasi whatsapp, telegram hingga berbagai aplikasi yang berkaitan dengan file pekerjaan.

Buat generasi Z yang tumbuh di era serba digital, serba cyber, menganggap bahwa teknologi komunikasi internet menjadi makanan sehari-hari. Proses pembacaan dan komunikasi mereka pun punya ciri khas sendiri. Generasi yang sudah dipenuhi banyak informasi dan mengenal banyak kehidupan sosial hampir semua kalangan. Menembus batas ruang, yang terbiasa mengenal sosial budaya antar daerah bahkan negara.

Bagi pengelola digital PR, fenomena percepatan revolusi industri ini menjadi tantangan tersendiri. Pada Bab 5 tentang memahami media digital, kita diajak mengenal lebih jauh tentang karakter audience berinteraksi, bagaimana kita bisa terhubung satu dengan lain. Situasi yang harus diakrabi agar kita bisa berstrategi dan mengelola diital PR dengan tepat agar dapat diterima oleh audiens.

Revolusi ini menghadirkan percepatan gaya hidup akibat digital. Belanja di pasar menggunakan note tablet, pertanian menggunakan smartfarming, pengelolaan keuangan menggunakan akuntansiku, berkomunikasi lewat whatsapp, rapat menggunakan zoom, kursus melalui Udemy, investasi menggunakan crypto, mengais rezeki lewat youtube, membuat konten menggunakan AI (artificial intelligence). (Hal. 76)

Buku ini menarik dipelajari oleh pengelola digital, baik perusahaan maupun individu. Biasanya kita mempelajari berbagai perkembangan digital di berbagai akun youtube, micro blog/website, bahkan reels IG. Tapi jika kita mau mempelajari secara komprehensif, buku yang disusun Kang Dudi Rustandi menjadi media panduan agar kita bisa lebih memahami new media yang jadi bagian revolusi komunikasi saat ini.



“Ciri sabumi cara sadesa.”

Peribahasa Sunda ini sebuah pengajaran etika yang memiliki makna bahwa setiap lingkungan memiliki adat dan ciri khas berbeda-beda. Dengan begitu peribahasa ini memberi bekal untuk manusia agar bisa beradaptasi dengan cara memahami, menyadari, menerima cara berkomunikasi dan bersikap di sebuah lingkungan.

Setiap lingkungan pasti memiliki ritme hidup dan aturan etika yang harus dihormati. Peribahasa Sunda ini memberi pelajaran untuk terampil dan lugas dalam berbahasa/bersikap saat harus berinteraksi dengan berbagai aturan maupun etika yang berbeda. Saat kita masuk ke dalam lingkungan baru, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan sosial di tempat tersebut.

Begitu pun dalam ayat Quran Al Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”

Maksud ayat ini memaparkan tentang manusia itu pada dasarnya diciptakan berbeda-beda. Agar manusia bisa mempelajari nilai hidup setiap suku bangsa. Dengan begitu antar individu yang berbeda bisa saling menghormati dan bekerjasama untuk berbuat baik dan memelihara kehidupan.

Dari sumber ini, pada dasarnya manusia diciptakan beragam, mulai dari suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat. Meskipun berbeda, pada dasarnya tipe kepribadian manusia itu sama, ada yang tipe plematis, melankolis, sanguinis, koleris. (Sumber di sini)

Keberagaman ini mengajarkan manusia untuk berfikir agar bisa membuat kesepakatan sosial baik tata krama, etika, kebijakan yang saling menjaga hak dan kewajiban tiap individu dalam berinteraksi dalam komunitas masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari berbagai elemen bermasyarakat. Baik lingkungan keluarga, tetangga, teman sekolah, teman kerja, komunitas hobi, klien, pelanggan bahkan jaringan pertemanan antar negara. Jangankan perbedaan karakter antar suku, individu yang dilahirkan dari satu Ibu pun memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang berbeda ini akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalannya.




Meski perbedaan ini disadari, dalam kenyataan sosial tidak semua orang sanggup beradaptasi, memahami dan menerima tipe kepribadian emosi khas setiap individu. Situasi ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan perselisihan. Baik beda pendapat, saling menyalahkan, merasa paling benar, terjadi salah faham, ego dan emosi masing-masing individu yang menghambat kesepakatan dan saling memahami satu sama lain dalam mencapai tujuan yang sama.

Dalam beberapa kejadian di sebuah organisasi maupun tempat kita bekerja, sangat mungkin terjadi perselisihan. Baik antara atasan-bawahan, antar rekan kerja yang seringkali tidak sejalan lagi. Penyebab konflik bisa banyak faktor, seperti perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. (Manajemen Konflik dan Stres oleh Ekawana-menurut Gibson-2021. Sumber di sini)

Oleh karenanya, kita perlu mempelajari teknis berkomunikasi asertif yang tepat agar bisa menghadapi berbagai situasi. Sebuah sikap yang bisa mengatasi perbedaan sudut pandang antar individu maupun kelompok. Karena persoalan mau tidak mau harus dihadapi agar menjaga hak dan kewajiban kelompok.

Secara garis besar, komunikasi asertif adalah suatu bentuk komunikasi yang mencerminkan sikap tegas, jelas, dan terbuka tanpa melanggar hak atau perasaan orang lain (sumber: klik di sini ). Meskipun begitu, seringkali sikap asertif ini pun kadang-kadang sulit diterima oleh sebagian kelompok yang sulit menerima teguran atau merasa diperlakukan tidak adil.

Berdasarkan di atas, sikap asertif ini terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya:

1. Asertif Positif
Komunikasi yang melibatkan ekspresi tegas dan jelas, tapi tetap menjaga suasana positif terhadap lawan bicara.

2. Asertif Responsif
Jenis komunikasi yang mendorong seseorang untuk melakukan dialog terbuka dan saling mendengarkan satu sama lain.

3. Asertif Pribadi
Jenis komunikasi yang berfokus pada kebutuhan, hak dan perasaan pribadi seseorang. Individu seperti ini menggunakan komunikasi asertif untuk menyampaikan batasan pribadi dan mengungkapkan keinginannya tanpa jadi agresif.

4. Asertif Bisnis
Merupakan komunikasi yang melibatkan penyampaian pendapat atau kebutuhan dengan professional dan tegas. Komunikasi ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang efisien dan produktif.

5. Asertif Sosial
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks sosial, seperti dalam pertemanan atau kelompok. Individu yang asertif secara sosial dapat menghormati kebutuhan dan pendapat orang lain sambil tetap setia pada nilai dan prinsip sendiri.

6. Asertif Negosiasi
Kemampuan komunikasi untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan saling menghormati kebutuhan dan perspektif masing-masing pihak.


Keterampilan sikap asertif ini bisa terwujud dengan cara mengelola mental kita. Sikap tegas dan berani mengungkapkan masalah bisa terwujud jika dilengkapi dengan rasa percaya diri, berani, empatinya kuat, terampil berkomunikasi dan lingkungannya mendukung. Meski tidak mudah, tapi ketika kita berada di tengah kelompok, artinya kita harus bisa mengendalikan diri sendiri agar bisa bernas melihat persoalan dan mengurainya secara objektif.




"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." Quran surat Al Ankabut ayat 57

Beberapa minggu lalu, kita dikejutkan dengan meninggalnya artis senior Marissa Haque tanpa sakit dulu atau kejadian yang luar biasa. Memberi pembelajaran untuk siapapun, bahwa kematian merupakan kejadian yang pasti, bisa datang kapan saja. Kita tidak bisa memastikan bahwa seseorang akan mati jika sakit, jika melakukan perjalanan jauh, jika berenang di laut ataupun berbagai situasi lain yang berbahaya.  

Artinya, kita harus siap kapan pun Allah memanggil kita.

Semua manusia sadar dan tahu bahwa setiap mahluk yang bernyawa akan mati. Tanpa kecuali. Bagi setiap muslim, harus meyakini ada saatnya kita akan mati. Untuk waktunya, kita tidak diberi tahu kapan dan bagaimana cara matinya.

Hanya saja kita sering sibuk urusan dunia, terlena hingga lupa bahwa tugas hidup manusia itu sementara. Bahkan banyak situasi yang membuat kita lupa bahwa apapun yang dilakukan akan menjadi lembaran yang akan bermanfaat atau merusak bagi kehidupan. Apakah kita menjadi bisa menjadi manusia yang dapat menjalani tugas memelihara, berbuat baik atau hanya membuat kerusakan di dunia. Pada dasarnya tugas manusia di dunia adalah menjadi pemimpin bagi kehidupan.

Seperti yang tercantum dalam ayat Qur’an berikut:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).” Qur’an surat Al Anbiya ayat 107.

Maksud rahmatan lil alamin itu artinya bahwa kaum muslim seharusnya hidup di dunia dapat memberi, manfaat, kedamaian dan kasih sayang pada alam dan manusia tanpa melihat latar belakang.

Kalau direnungkan, dari sejak kita lahir ke bumi ini, manusia dihadapkan dari kenyamanan rahim ibu lalu harus menghadapi tantangan di bumi. Dari bayi kita dihadapkan untuk beradaptasi dan mengenal situasi sekitar. Mengenal cuaca, suara, benda-benda, belajar berjalan, berbicara. Proses tumbuh kembang manusia yang tidak mudah untuk menjadi manusia yang utuh.

Manusia menjalani hidup dengan fase yang bertahap. Begitulah Allah SWT yang maha lembut, sehingga ujian dari Allah SWT seringkali tidak terasa. Ada yang diuji dengan kesulitan dan ada juga yang diuji dengan kemudahan. Pola ini membuat manusia dapat mengasah hati, pikir, perilaku dan sikap kita dalam menghadapi situasi.

Dari ujian ke ujian ini sebagai cara Allah SWT mengajarkan dan mengasah manusia bertambah ilmunya dalam mengenal Allah SWT. Semakin kita mengenal Allah SWT, kita pun akan mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, manusia akan lebih sadar penuh, bahwa apapun yang dilakukan sebagai bentuk menjalankan fungsi manusia untuk beribadah. Lahirlah ketaatan dan menjalankan proses hidup dengan ikhlas.

Sehingga dalam menjalani hidup pun tidak sekadar mendapatkan pencapaian duniawi tapi mendapatkan nilai ibadah karena dijalankan dengan taat. Ilmu taat ini yang membuat kita menjalani berbagai hidup dengan tenang.

Setelah Marissa Haque meninggal, banyak postingan tentang beliau yang memberitakan kehidupannya. Kisah tentang hubungan dengan suaminya, mengelola keluarga, sikap dan prinsip hidupnya dalam mencari dan berbagi ilmu. Betap kita semua disuguhi perjalanan penuh cinta dan dicintai oleh keluarga dan murid-muridnya.

Kita mengenal beliau sebagai aktor film, tapi ternyata beliau pembelajar dan pengajar dengan prinsip sebagai media bermanfaat dan jalan ibadah. Semakin disadari bahwa setiap manusia sebagai mahluk pembelajar apapun bidangnya. Allah SWT selalu memberi kesempatan bagi manusia untuk mengelola diri dengan cara-Nya.

Semakin disadari, setiap proses kita menjadi bagian dari mendapatkan ilmu hidup dari Allah SWT. Tidak ada yang sia-sia, semua proses termasuk kesalahan yang dilakukan menjadi bagian yang dipersiapkan buat kita menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.

Setiap orang pasti akan melalui proses yang melelahkan. Ada yang diuji dengan mencari ilmu, sakit, mencari uang, mengurus keluarga. Bila ujian-ujian ini bisa dilewati dengan doa dan sabar, kita akan dipertemukan dengan lautan ilmu Allah SWT. Kita manusia bagian dari mikrokosmos kehidupan makro. Setiap mikro menopang dan saling melengkapi mikro kehidupan yang lain. Itu sebabnya kehidupan ini menjadi seimbang.

Proses ini yang membuat kita diberi jalan menjadi Ibu, guru, penulis, petugas kebersihan, pengelola perpustakaan, dokter, seniman, elemen pemerintah negara, petugas rumah sakit, pedagang bahan pangan dan banyak lagi. Sehingga kesadaran menjalani profesi apapun bisa dijalankan dengan nikmat dan bernilai ibadah.




Lalu bagaimana mempersiapkan diri dalam meghadapi kematian? Seperti yang sudah diuraikan di atas, perlu disadari penuh bahwa dengan mengenal diri kita bisa menjalankan fungsi diri sebagai manusia dengan penuh cinta dan kasih sayang. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi dan punya tugas masing-masing.

Belajar pada pertunjukan teater, para guru selalu menekankan bahwa tidak ada peran besar dan peran kecil dalam menjalankan produksi teater. Semua unsur penting, baik sutradara, penata make up, aktor, penata panggung, pengelola tiket, dokumentasi, dll. Begitu beberapa fungsi tidak ada maka pertunjukan tidak akan utuh.

Oleh karena itu, kembali pada fungsi kita sebagai manusia harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan diniatkan untuk ibadah. Allah SWT tidak melihat tinggi rendah kedudukan, besar kecil penghasilan, tapi melihat apapun yang kita lakukan dari ketaatannya. 

Sehingga, apapun yang kita jalankan harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.   Karena yang kita anggap besar-kecil tindakan yang dilakukan, amal jariahnya akan terus mengalir karena memberi manfaat bagi kehidupan.  Karena rahmat Allah Maha Luas.


Pembahasan Blank spot di sini bukan mengenai wilayah tanpa jaringan, tapi tentang bidang ilmu yang tidak ada peminatnya. Lalu apa yang bisa kita lakukan ketika kita menyadari bahwa potensi, minat dan kemampuan kita berada di dalam kategori blank spot. Sebetulnya situasi ini kesempatan untuk terus asah kemampuan, lama-lama kita akan bertemu dengan orang-orang dengan antusias yang sama dan bidang lain yang membutuhkan kolaborasi untuk saling menguatkan.

Kembali pada tahun 1996-an, salah satu bidang seperti jurnalistik dan seni rupa, kurang banyak peminat. Saat itu orang-orang takut mengambil jurusan tersebut karena ada anggapan masa depannya tidak jelas. Kini, ilmu-ilmu jurnalistik dibutuhkan untuk mengisi berbagai platform, media sosial sebagai upaya menyebaikan informasi. Kemudian, jurusan perfilman maupun desain komunikasi visual pun sama, dulu hanya bagian kecil dari mata kuliah di jurusan teater dan fakultas komunikasi.

Sering kita beropini, bahwa bidang-bidang yang tidak jelas, maka masa depannya juga tidak jelas. Padahal namanya ilmu itu sangat luas, bukan bidangnya yang tidak jelas tapi belum terkelola celah dari potensi ilmu tersebut. Kita sering terjebak bahwa kesuksesan bisa diperoleh secara instan. Padahal apapun kalau dipelajari ada prosesnya, disana akan menemukan celah manfaat. Setiap ilmu yang dipelajari dengan sungguh-sungguh, akan menemukan jalur manfaatnya sendiri.

Bagi sebagian orang, berada dalam bidang blank spot jadi mudah melempem dan terpatahkan oleh opini orang. Situasi ini sering kita temukan dalam berbagai bidang, oleh karenanya kita harus bisa belajar mengelola mindset agar kreatif dan yakin pada pilihan bidang yang kita pelajari.

Dalam menjalani sebuah bidang, ada beberapa fase yang akan terlewati. Yaitu fase antusias, lelah, ragu-ragu, yakin, konsisten. Dalam fase-fase ini, biasanya kita akan dipertemukan dengan berbagai pengetahuan dan bidang lain yang lebih memikat. Apalagi kalau dikaitkan dengan karir, profesi, penghasilan zona nyaman. Di tengah proses biasanya kita akan dihadapkan pada kegelisahan dan berbagai pertanyaan mengenai pilihan hidup yang kita ambil, melanjutkan proses, beralih pada bidang yang berbeda atau berhenti.

Biasanya pandangan kita akan jauh terbuka ketika banyak orang yang berhasil pada bidang yang ditekuninya. Seperti halnya sekarang, kita melihat bidang-bidang ilmu yang menjadi blank spot pada masa 1996-an, justru menjadi bidang yang memikat, berkembang dan dibutuhkan pada tahun 2010-an.

Dulu kesadaran mempelajari bidang-bidang tersebut biasanya harus autodidak atau belajar ke luar negeri. Tapi saat ini banyak para ahli yang menyadari, sehingga beberapa fasilitas pendidikan membuka jurusan yang jadi blank spot.

Bila kita mempelajari situasi di Indonesia selama 28 tahun berjalan ini, seringkali kita terpatahkan oleh ketakutan dan keraguan opini pribadi, opini orang-orang sekitar bahkan pemerintahannya sendiri. Dalam menghadapi situasi tersebut, perlu adanya visi misi dan prinsip yang kuat, keberanian memulai, konsisten, dan terus berkembang di bidang tersebut. Dengan sendirinya pelan-pelan kita akan membuka satu persatu jendela kehidupan.

Bedanya dengan tahun 2010-an ini, manusia dimudahkan dengan berbagai informasi dan teknologi. Kita bisa mengakses dan membuka jaringan untuk mengembangkan bidang blank spot melalui percepatan teknologi. Meski begitu, situasi tahun 90-an maupun sekarang di era kemudahan informasi, selalu saja ada bidang yang kategori bank spot. Ada yang terus bertahan atau ditinggalkan karena alasan-alasan finansial dan alasan logis lainnya.

Munculnya teknologi sambil terus berkiprah di bidang blank spot memiliki tantangan tersendiri. Akan membantu jika si-manusia-nya mau belajar dan memanfaatkan teknologi sebagai media belajar dan mengembangkan diri.

Seperti halnya bidang seni rupa, biasanya hasil karya bisa terjadi transaksi jual beli di galeri. Dengan perkembangan teknologi, kita bisa melihat beberapa seniman yang melek teknologi dapat membuat konten tentang teknik menggambar, ilustrasi dan sebagainya. Tidak hanya itu, saat ini ada beberapa pilihan flatform online untuk menjual karya seni, seperti: Etsy, eBay, artspace, dll. Baik lukisan orisinal, maupun dalam bentuk print. Bahkan bisa membuat privat menggambar online tak kenal jarak.

Oleh karena itu, kalau kita yakin dengan pilihan bidang dan mengenal potensi diri. Apapun bidang ilmu yang kita pelajari akan menemukan ritme dan dunianya. Karena setiap bidang ilmu yang kita pelajari dan tekuni akan menemukan jalurnya sendiri.