Apa sih yang ada di kepalamu, datang ke sebuah acara di beda
kota, menempuh 8 jam perjalanan, 3 hari plus perjalanan, sendirian (tanpa
suami) sambil bawa anak usia 11 bulan. Lebay atau nekat? Saya malah nekat berangkat dan suamipun memberi hati mengizinkan. Dan anehnya, kami bisa
melewatinya.
![]() |
Kiri-kanan: Ima, Efi, Enggi, Erry |
Bang Aswi akhirnya mengenalkan saya dengan Anggi dan Erry
sebagai teman perjalanan ke Jogja.
Alhamdulillah, saya bisa pergi sama-sama dengan 3 orang blogger Bandung ke Jogja. Ternyata,
selama ini ada kereta ke Jogja dengan harga murrrrah, “r”-nya banyak karena ini
baru saya tahu dan murah banget. Kereta
dari Kiaracondong dengan harga Rp. 55.000 pergi pagi pakai Kereta Parahiyangan
dan pulangnya pakai Kahuripan harganya Rp. 50.000, tujuan ke Jogja. Saya nambah
Rp 6.000 untuk anak yang masih usia 11 bulan.
Aduh! Saya kemana aja, memalukan!
Dan akhirnya situasi serba mendukung dan kami (saya dan Bayan) pun
berangkat. Saya ambil keputusan bawa
Bayan, bukan apa-apa, karena dia masih ASI.
Pergi sendiri bersama seorang anak tentu akan berbeda. Kalau pergi sendiri persiapan hanya untuk
sendiri dan cenderung lebih “cuek”.
Kalau bawa anak artinya orientasinya persiapan untuk anak. Celana sekali pakai untuk 3 hari-ini sudah
dihitung waktu perjalanan selama 8-9 jam, baju 9 pasang yang ramah udara karena
di Jogja cuacanya lebih panas, lalu alat mandi, telon, obat-obatan, dan tentunya
makanan dan alat makan yang praktis. Makanan
sengaja saya bawa serba instan berikut makanan yang bisa dia pegang seperti
cookies. Lalu tas kecil yang bisa
membawa barang-barang serba cepat diambil kalau-kalau tas besar harus disimpan
di hotel atau di dalam bagasi. Isinya
pampers, cookies baby, gelas ramping isi air putih, telon, tiket, dompet, lap,
bedak, lipstick, pewangi badan dan tissue basah. Kalaupun butuh buah-buahan, kalau ada warung
yang menjual jus, pesennya jus buah tanpa gula dan es, sekalian buat saya dan
Bayan. Ah, kalau perjalanan rasanya
kurang lengkap kalau tidak bawa buku, saya selipin buku meskipun cuma 1. Kalau-kalau disana kesepian dan tidak ada
kerjaan, hp ngedrop jadi tidak bisa browsing dan sebagainya.
Semua beres. Strategi
kemungkinan yang terjadi sama Bayan sudah disiapkan, disiapkan mental tentunya
karena Bayan masih ASI artinya saya harus menyiapkan mental saat dia rewel
ingin nyusu di ruang terbuka-di muka umum, PUP di perjalanan dan gak ada wc,
gendong-gedong kesana kemari atau bahkan nangis di tengah seminar. Hmmm… bagaimana? Saya mulai bertanya ulang dengan kemungkinan
yang terjadi. Oke, saya siap. Persiapannya menyusui, kerudung pasmina
(kerudung panjang) bisa multi fungsi, selain penutup rambut bisa sekalian
mengklamuflase baby yang sedang menyusu. Kalau-kalau
pup di tengah perjalanan, siap tissue basah dan kantong plastic plus
strategi posisi megang Bayan pas kereta lagi jalan. Bawaan tas harus praktis dan multifungsi, dan
tentunya tetap berusaha tenang plus berstrategi. Yakin.
Berangkat. Bismillah.
Taraaaaa… Kamis malam sulit tidur alasannya takut
kesiangan. Karena kereta berangkat hari
Jumat jam 5.30 WIB, berangkat dari rumah ke stasiun memakan waktu 60-90 menit
kalau siang hari. Setelah shalat shubuh dan
beres menciumi anak pertama -Alif- yang
tengah tertidur, saya diantar suami bermotor ria menuju stasiun. Ternyata perjalanan tidak memakan waktu lama,
30 menit dengan kecepatan standar. Cuaca
shubuh di Bandung terasa lebih dingin dan sejuk, kendaraan besar sesekali
menyusul kami, langit biru tua dan gelap, udara dingin yang selalu dirindukan. Menembus shubuh, jembatan paspati, pemandangan
rumah-rumah di Cihampelas yang masih tertidur, bangunan kokoh gedung sate menebar cerita, roda motor
berputar cepat dan lembut. Bayan tertidur
hangat dibalik pasmina yang lebut. Kami
pun tiba di lokasi, Stasiun Kiaracondong.
Seumur-umur di Bandung, saya baru menginjakkan kaki di sini. Ternyata stasiun ini rapi dan bersih, cukup
elegan untuk stasiun cabang.
Banyak orang tengah duduk-duduk dan membuat suasana subuh
hiruk pikuk. Efi belum terlihat, Anggi
dan Erry yang dikenalkan saling inbox lewat facebook belum ditemukan juga. Saya masih mengira-ngira orangnya yang mana
dan seperti apa. Ah, seandainya dari
dulu tahu ada tiket murah ke Jogja, mungkin dari dulu saya dan suami sudah
sering bolak balik Jogja sekedar untuk makan gudeg. Huh! Tapi
ya sudahlah.
Perempuan berambut dibawah bahu datang diantar oleh suaminya,
saya menduga ini pasti Erry. Ternyata betul,
terlihat lebih dewasa dari fotonya diantar oleh suaminya sampai nanti
belakangan dia cerita punya anak dua, tapi engga keliatan perempuan sudah
beranak pinak. Selanjutnya, datang
Anggi. Orangnya mungil dan lucu, tampak
anak kuliahan tapi ternyata baru lulus dan sudah kerja di Tanggerang. Dan, satu lagi nih Efi yang belum datang. Ternyata dia masuk di pintu selatan stasiun
Kiaracondong sementara kami ada di pintu utara.
Huaaaa… waktu makin mepet. Waduh
gawat kalau harus muter karena tiketnya ada di tangan kami. Akhirnya Efi kasih kabar dia nunggu di dekat
kereta. Kami bertiga pun segera menyusul
dan ketemu. Saya dan Efi segera kembali
ke loket petugas untuk di beri cap dan bukti menunjukan bukti KTP. Selesai! Semua aman. Dan kami berempat berangkat menuju
Jogja. Yah… Jogja.
Bandung, 3 Desember 2013
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteKeren mak...daku mo bawa alde mikir..soalnya lg hobi lari2 dan manjaat hihi...
ReplyDeleteMba Dewi, samaaa.. Kalo anaknya gak mendukung juga, saya gaj bakal ikutan :)
DeleteHalo dek Bayan.... pasti sudah ceria lagi ya.....
ReplyDeletePengalaman bersama Bayan pasti seru sekali ya mbak. Saya seneng banget gendongnya. wangi......
Iyaaa.. Alhmdulillah, riang lagi. Kmakasih udah gendong2 bayan yah :') salam hangat dr bandung
DeleteHIhihi.. panik di pintu selatan, apdahal yang lain ada di ppintu utara. utara, selatan ditambah orang-orang Jogja kalau ngarahin arah selalu pake mata angin. Ampuuun, kacau geografiku. :P
ReplyDeleteIya fi, pas efi bilang dah di deket kursi2, wuah, pasti ini beda posisi. Lgs tanya petugas deh... Sama, geografi ima jg kacau
DeleteKetika sarapan pagi di lantai 5 di Edu hostel ...
ReplyDeletePandangan saya sekilas tertuju pada blogger yang menggendong Anak ...
Dalam hati saya berkata ... "Ini pasti blogger yang luar biasa ..."
Salut saya untuk Ima
Salam saya
Waduh! Jadi malu. Terimakasih Pa :)
ReplyDeleteTeteeeeeh...
ReplyDeletesungguh sangat beruntung diriku inih karena bisa dapet partner travelling yang pada asyik seperti dirimuh, Efi dan Anggi!!
Seruuuuu!!!
Dan apa ituh maksudnya tampang asliku lebih dewasa dari potonyah??!!! Ngeledek ini teeeh???...hihihi...
Samaaa.... Ima jg seneng dan nyaman.
DeleteNgeledek? Bukan, bukan, cuma mengingatkan hahahaaa... Pasti erry mo komentar gini, dah kebayang ekspresinya kaya gimana pas baca paragraf yg itu hahaha..
Mba Imaaaaa, kita kok gak foto berdua siiih..aduh nyesel deh, padahal udah ngobrol. Di bis malam itu saya kepikiran Mba, gimana mba dan bayan nunggu bisa lama nuggu bis jalan juga lama...Semoga kita bisa ketemu lagi..
ReplyDeleteIya yah, ima jg cerita sama suami ketemu sama mba ety, tapi malah gak foto bareng. Sekarang malah jd melepas rindu mampir satu-satu ke blog temen2 :)
Deleteheummm...ada bibi,baiklah,,trima kasih cerita indahnya *sementara saya semaki ngenes dipojok baca banyak cerita dari tmn2 BN :(
ReplyDeletepasti dengerin cerita erry waktu dia ke korea :D
ReplyDeleteteh ima, saya malah sudah biasa bawa 3 anak mondar-mandir tanpa ummi/mama-nya. sejak si bungsu usia 16 bulan. antara 4-7 hari biasanya. saat yang gede liburan pesantren. sementara umminya masih ngajar dan kuliah.
ReplyDeletetapi asiik kok. lihat si bayan nurut banget sama bundanya. nunggu taksipun bisa bobo nyenyak.
terima kasih mba sudah berbagi info kekita :)
ReplyDeletesilahkan mampir mba
seru kayaknya jalan-jalannya...anak2 gak rewel ya
ReplyDelete