Kenali Fintech Sebelum Pinjam Online

Kemudahan dan Resiko Fintech

Hari Selasa lalu tanggal 13 November 2018, saya dan teman-teman media mendapat sosialisasi program Financial Technology Peer to Peer Landing di acara Ngobrol @Tempo. Program pinjam kredit dalam bentuk aplikasi yang dapat diunduh di Google Play ini sedang marak di tengah masyarakat. Upaya ini bagian dari solusi untuk memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat. Hanya saja ada yang perlu diperhatikan sebelum kita ambil keputusan meminjam uang ke fintech. 

Ngobrol Tempo menghadirkan 
pelaku fintech dan OJK.
Foto: Ima

Belakangan ini kalau kita nyalakan handphone, sesekali muncul iklan-iklan yang memberi pelayanan pinjam uang mudah dengan cara online. Aplikasi dengan layanan pinjam meminjam uang ini namanya fintech. Fintech artinya Financial Technologi, layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi. Rupanya fintech yang legal itu diawasi oleh lembaga bernama OJK (Otoritas Jasa Keuangan), agar masyarakat terlindungi dari fintech ilegal yang merugikan masyarakat.

Oh, ada ya, fintech ilegal? Karena maraknya perkembangan teknologi berbasis digital, fintech ini hadir sebagai sarana yang bisa memudahkan produktifitas masyarakan. Sekarang ini di Jawa Barat terdapat 48 juta jiwa yang melakukan wirausaha atau UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Seringkali mereka butuh modal tambahan untuk meningkatkan proses produksi dan meningkatkan penjualan. Tapi kalau pinjam ke Bank seringkali ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi, seperti slip gaji dan jaminan fisik lainnya. Meskipun fintech bukan berarti menggantikan fungsi bank. 

Pinjam dana melalui teknologi digital.
Foto: Ima.

Tak hanya dana untuk menambah modal, kebutuhan masyarakat beragam. Seperti kebutuhan dana mendesak untuk biaya sekolah, biaya pengobatan, dan kebutuhan lainnya. Proses Fintech dalam mengajukan dana pinjaman ini bisa penuhi tanpa ribet. Sehingga fintech ini cukup membantu bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat.

Ada beberapa karakter di tengah masyarakat ketika sudah mendapatkan dana pinjaman. Ada yang benar-benar memanfaatkan dana pinjaman ini untuk menambah modal usaha. Sehingga sangat membantu si peminjam dalam melakukan perputaran usahanya dan bisa mengembalikan pinjaman dengan disiplin sampai akhirnya bisa berdiri sendiri.

Tapi sebaliknya, ada juga yang sudah menerima dana segar, biasanya suka “lupa” memanfaatkan dana itu untuk sesuatu yang produktif. Sehingga dana yang mestinya untuk menambah modal, malah digunakan untuk menyicil motor, beli barang-barang yang konsumtif, kurang perhitungan antara untuk mendanai kebutuhan dengan menyicil pengembalian dana pinjaman. Bahkan ada juga yang ‘nekat’ mengajukan pinjaman ke fintech tanpa tahu sumber penghasilan untuk mengembalikan dana pinjaman itu dari mana. Ini yang berbahaya, sehingga peminjam sering terlilit hutang sana sini.

Oleh karena itu, ada fintech ESTA yang tidak sertamerta memijamkan dananya. Tujuannya ingin membuat masyarakat tumbuh mandiri secara financial, sehingga flatform ESTA hanya meminjamkan dana pada perempuan di Indonesia timur dan melakukan pendampingan bagi peminjam untuk usaha. Dia melatih masyarakat mulai dari manajemen waktu, disiplin dan memberi solusi para ibu yang punya usaha. Alasannya sangat bagus, ingin meningatkan perekonomian rakyat, perempuan lebih mudah diarahkan dan disiplin dalam mengatur keuangan. Jika dalam proses pelatihan itu ada peserta datang terlambat, maka sudah dianggap dia tidak akan konsisten dalam mengembalikan dana pinjaman dan pengajuan dananya tidak akan dipenuhi. 

Kiri-Kanan: fintech ESTA dan OJK.
Foto: Ima

Namun rata-rata syarat pinjaman dana ke fintech ini mudah, membuat masyarakat tertarik meminjam uang ke layanan digital non bank. Syaratnya pengajuan pinjaman yaitu cukup menyediakan KTP, kartu keluarga, dan foto diri, maka dana pinjaman pun cepat cair. Karena dana pinjaman, jadi otomatis resikonya ada bunga yang menjadi beban peminjam. Karena syaratnya mudah, akhirnya banyak masyarakat memanfaatkan kesempatan ini.

Dengan adanya respons positif dari masyarakat semakin banyak bermunculan fintech, sehingga per Oktober 2018 terdapat 73 fintech yang berizin dan terdaftar. Berikut daftar fintech yang dipantau dan aman dimanfaatkan fungsinya oleh masyarakat:


Daftar fintech yang terdaftar di OJK.
Sumber di OJK.go.id

Kesempatan ini digunakan oleh orang-orang tertentu dengan menghadirkan fintech tanpa didaftarkan. Sampai sekarang OJK menemukan ada 200 fintech ilegal. Tak jarang masyarakat yang kurang mendapat informasi lengkap tentang fintech, mereka terjerat pada fintech ilegal. Di LBH sekarang ini banyak korban fintech ilegal yang mendapat kekerasan saat dilakukan penagihan. Mereka terlilit hutang sana sini karena masyarakat kurang bisa mengelola dana pinjaman ini dengan produktif dan hanya memanfaatkan fintech untuk gali lubang tutup lubang.

Satu sisi Fintech ini mudah dan membantu masyarakat yang betul-betul membutuhkan dan dimanfaatkan untuk dana berputar di dunia usaha. Tapi tak jarang masyarakat yang memanfaatkan dana pinjaman hanya untuk kebutuhan sehari-hari tanpa memikirkan proses perputaran dana maupun sumber dana untuk membayar pinjaman. Berikut pesan dari perwakilan OJK, Audi Ramzi:

“Jangan sekali-kali mencari pinjaman di luar data yang ada di OJK.” 

Karena mudah, masyarakat cenderung terburu-buru mengambil keputusan dan kurang memikirkan risikonya. Berikut yang harus diperhatikan masyarakat sebelum pinjam online di fintech:

1. Pastikan meminjam di perusahaan terdaftar/berizin di website OJK: OJK.go.id

2. Pinjam sesuai kebutuhan dan maximal 30% dari penghasilan.

3. Lunasi cicilan tepat waktu.

4. Jangan lakukan gali lubang dan tutup lubang.

5. Ketahui bunga dan denda pinjaman sebelum meminjam.

Sebagai informasi terdapat 73 jasa keuangan yang terdaftar di OJK, 47 fintech dalam proses pendaftaran dan 200 fintech ilegal yang ditemukan oleh OJK. Jangan sampai kita menjadi korban fintech ilegal karena kita sendiri nanti yang rugi. Okelah kita memang membutuhkan dana sekarang ini juga, tapi kitapun harus memilih fintech yang aman, menjadi solusi keungan kita bukanya menambah masalah dikemudian hari. 

Beberapa pertanyaan disampaikan oleh peserta.
Foto: Ima.

Efek dari kesalahan dalam memilih fintech menambah beban bagi peminjam karena seringkali bunga pinjaman dan biaya administrasi tidak masuk akal. Tapi peminjam pun seringkali bersetuju dan kurang hati-hati dalam memilih fintech karena menemukan peluang dana cepat. Sehingga muncul kasus-kasus seperti dibawah ini:

1. LBH Jakarta menerima banyak pengaduan masyarakat yang terjerat utang pada fintech pinjam meminjam.

2. Bunga tinggi, perlakuan kasar.

3. Fintech harus berbadan hukum dan berizin di OJK.

4. Saat ini, bunga pinjaman fintech berkisar antara 0,9% sampai 30%

5. Kominfo blokir 669 fintech ilegal dan investasi bodong

Oleh karena ini, sosialisasi seperti ini menjadi salah satu cara yang tepat untuk menengahi persoalan yang marak di masyarakat akibat fintech. Karena fintech sendiri punya sistem dan solusi yang baik untuk membantu masyarakat. Hanya saja, kita sebagai masyarakat yang mau mengambil kesempatan fungsi fintech, harus lebih hati-hati, cari fintech yang aman dan memperhitungkan masak-masak. Sehingga dana yang kita peroleh dari fintech terasa manfaatnya dan dikebalikan sesuai perhitungan. 


2 komentar:

  1. Emang yaaa, mudah banget jaman sekarang pinjem online. Semenjak ikut acara ini jadi lebih memahami dan lebh berhati-hati buat pinjem dana. Hayu Ima,kita pinjem buat benerin dapuur hihi

    BalasHapus
  2. ulasan dalem sekali bu Ima, saya suka. Yang harus diantisipasi menurut saya pola pikir orangnya. semakin mudah akses untuk melakukan pinjaman apa sudah diiringi dengan sikap dan tanggung jawabnya.

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv