Cerita di Balik Foto #1

Beberapa hari lalu saya dapat tantangan dari Teh Puji Lestari untuk posting foto di akun facebook. Aturannya foto hitam putih, tidak pakai caption, tidak ada manusia selama 7 hari berturut-turut. Setiap kali posting, saya harus menantang 1 orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Ada yang menerima tapi ada juga yang tidak.

Teh Puji ini adalah kakak angkatan waktu saya baru daftar unit kegiatan teater di kampus Unisba (STUBA) tahun 1997. Di STUBA ini banyak proses yang dilewati, ada diklat kampus dan alam. Melalui diklat ini banyak yang dipelajari, tentu selain seni peran kami dikenalkan seni make up, kostum, musik, tata cahaya, tata suara, artistik panggung, segala unsur yang membuat pertunjukan seni panggung jadi menarik. Secara tidak langsung, setiap hati, pikiran, tubuh, jadi lebih terasah dan peka dalam melihat bentuk.

Melalui Teh Puji dan kakak-kakak lain, ilmu seni pertunjukan saling ditularkan sampai akhirnya masing-masing menemukan passionnya ada dimana.

Kembali ke tantangan posting foto, saya sendiri selalu ngerasa jadi seru dan asik kalau dapat tantangan seperti ini. Lensa smartphone dibersihkan, lalu coba-coba foto sana sini membuat si mata dan hati jadi lebih jeli melihat sekeliling. Ternyata semakin kita melihat sekeliling, ada saja pemandangan yang unik dan sering luput dari penglihatan meski kita sering melewatinya.

Nah, kita mulai ya ada apa dibalik 7 foto yang saya ambil dan posting di akun saya di facebook:

Postingan hari ke-1


Foto: Ima

Nah, foto rangka pagar ini saya ambil begitu sedang meredakan diri di pinggir jalan pagarsih, seperti biasa berdebu, banyak angin, awan gelap tapi suhu terasa panas. Ada 10 lembar gulungan kertas samson ukuran A0 di pundak. Saya nyalakan data internet untuk pesan ojek online. Begitu nyala, muncul notifikasi dari Teh Puji untuk posting foto. Jadinya, adrenalin saya naik lagi. Saya gak jadi pesen ojek online, tapi jalan kaki sampai perempatan Pagarsih-Astanaanyar.

Di sepanjang Jalan Pagarsih Bandung yang tidak begitu lebar untuk memfasilitasi orang-orang berkendaraan dan pejalan kaki. Semakin kita jeli, semakin kita bisa melihat pergerakan kehidupan dan industri yang menarik. Kehidupan manusia yang serba cepat dan dikejar tenggat waktu. Jalan Pagarsih merupakan daerah percetakan yang letaknya ada di pusat kota, dekat ke Pasar Baru, Masjid Agung, dan titik terminal seperti Tega Lega dan Leuwi Panjang.

Tiap toko memfasilitasi berbagai kebutuhan. Ada yang hanya menjual kertas, ada yang menerima pembuatan cetak undangan, buku yassin dan berbagai media kit, ada yang hanya membuat plat, jual beli berbagai jenis kertas dengan ukuran A0. Kita juga bisa minta potong kertas sesuai ukuran yang dibutuhkan.

Nah, buat orang yang suka bikin notebook, kalender, undangan, poster, kartu nama, stiker, pin, undangan, daerah ini salah satu surganya bikin media kit hingga dus makanan. Sekitar tahun 2004-2009 saya sering sekali kesana dalam rangka urusan bikin plat, beli kertas sampai cetak mencetak poster. Sekarang mah tujuan saya kesana mau cari kertas ukuran A0 untuk kebutuhan suami menggambar.

Jalan ini merupakan daerah yang cukup padat, bahkan jadi rawan banjir tapi sangat produktif.



Postingan hari ke-2

Foto: Ima

Foto ini saya ambil ketika sedang rehat perjalanan dari Bandung-Subang (Nagreg).  Rupanya, tempat saya duduk-duduk ada kios yang jualan beragam tas antik seperti kaneron, iket, baju khas sunda, dll.  Begitu melihat pajangan jualan itu, saya ingat Bapak.  Ya, Almarhum Bapak yang giat bekerja di pasar, dengan tumpukan ayam jantan dan unak aniknya.  

Kaneron ini punya banyak kisah, kamu bisa melihat Bapak ceria, berenergi dan banyak bicara kalau sedang di pasar. Di rumah, dia sangat pendiam, sukanya nonton tinju Mike Tyson di TVRI dan dibacakan koran Pikiran Rakyat tentang perang Iran-Irak sampai beliau tertidur.

Almarhum Bapak suka menggunakannya kalau bekerja jual beli ayam di Pasar Baru. Beliau dibangunkan pas jam 22.00 WIB, kalau lewat sedikit dia akan marah-marah dan serba terburu-buru. Itu artinya, jam 21.30 WIB kami harus membuat air panas untuk mandi dan wudhu, dan isi kaneron yang tidak dimasukan dulu. Tas ini gunanya membawa bon, spidol, uang untuk bayar ke suplyer ayam dan baju ganti. Baju gantinya ada celana pangsi, kaos swan, baju koko, sarung dan syal.

Selain itu, saya biasanya dengan Iyang (kakak perempuan) pergi ke rumah supir Bapak untuk membangunkan dan datang ke rumah. Dia harus segera menyiapkan mobil bak dan beberapa barang yang hasru dibawa ke mobil. Bapak sangat mempercayainya. Setelah Bapak siap, biasanya kami mengantar ke pinggir jalan, sampai Bapak naik mobil bersama supir menuju gudang. Dan saya pun kembali ke rumah.

Tak hanya saya yang suka antar bapak ke jalan, biasanya gantian. Kalau tidak ada Dede, berarti saya yang antar ke jalan, Teh Bibo dan Iyang.

Selain itu, aktifitas Bapak tak pernah lepas dari shalat, doa, bekerja, bekerja, bekerja. Bahkan untuk menyembelih ayam, beliau harus punya wudhu. Jangan tanya dia pernah beli apa dari kerja kerasnya, dia tidak tahu. Jangan tanya dia pernah jalan-jalan kemana, kecuali harus datang ke suatu kota itupun karena pernikahan anak-anaknya. Jangan tanya biaya untuk sekolah, kuliah, makan anak-anaknya, dia tidak tahu. Tapi kami 16 anak-anaknya dan mantu, 90-an (bisa jadi lebih) cucu dan buyut semua sekolah bahkan punya tempat tingggal.

Melalui Bapak, saya banyak belajar dari diamnya, banyak bekerja, sedikit bicara, banyak doa dan tepat waktu.



Hari Ke-3

Foto: Ima

Ruko. Ini foto yang saya ambil di Jalan Kebon Jati Bandung, bangunan semacam ruko yang sudah ada sejak zaman Belanda. Rupanya, kalau kita semakin memperhatikan setiap detil ruang-ruang, bangunan, jalan-jalan, ada saja sesuatu dan selama ini tidak begitu terperhatikan. Keindahan, keunikan, kadang dibutuhkan kepekaan diri dan bisa jadi kebutuhan ketika ada stimulus seperti tantangan memposting foto-foto.

Foto bangunan ini, saya ambil begitu beres antri bpjs lalu daftar ke poliklinik di Rumah Sakit Santosa. Kebetulan saya berangkat dari rumah jam 05.00 WIB untuk ambil nomor bpjs, baru beres antri jam 09.30 wib lalu daftar ke poliklinik. Kebetulan hari itu dokter praktek jam 15.30 wib, jadi saya memilih pulang dulu ke Ledeng. Jarak yang tidak begitu jauh, kalau naik motor, hanya sekitar 20 menit sudah sampai. Sementara kalau naik angkot sekitar 40 menit. Lumayan lah, di rumah bisa ngerjain banyak hal. Seperti beli sayur, masak, main sama anak-anak, istirahat sebentar.

Nah, bangunan ini sudah ada sejak saya masih kecil, itu sekitar 39 tahun lalu. Ada yang jualan bako, sendal, batik, dll. Ingatan mulai samar-samar, seolah saya mau menyeberang jalan dari arah terminal bersama kakak yang mau nyusul Amih ke pasar. Masa itu, mungkin seumuran Bayan sekitar 5-7 tahun, saya sangat senang dibawa ke pasar. Tidak hanya melihat suasana jual beli, tapi kalau los mau tutup, saya suka diajak Amih jajan makanan pasar.

Pagi itu, ada yang menarik dari ruko itu. Bangunan serupa itu berjajar ada 4 bangunan dengan ukuran dan bentuk yang sama. Bedanya, ada yang terawat ada yang tidak terawat. Seperti juga manusia, jiwanya sama tapi ada yang

Bedanya, banguan yang satu di cat rapi, dipelihara. Bangunan yang satunya lagi dibiarkan kusam. Sama seperti manusia, jiwa kita sama, bedanya ada yang dipelihara, diperbaiki, didisi tapi ada yang dibiarkan berkarat, keras dan kusam.

Postingan ini saya sudahi sampai hari ke-3, selanjutnya postingan hari ke-4 hingga ke-7 di Cerita di Balik Foto #2 biar bacanya tetap asik (pede, hahhaaaa...).


Bandung, 6 Februari 2017

@imatakubesar

14 komentar:

  1. Foto-fotonya keren banget ima, ih kabita belajar motret

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, ini juga masih belajar teh Rani. Ima cuma ngandelin feeling aja.

      Hapus
    2. Masalah teori ini itu tentang foto mah taluk, teh. belom dipelajari serius.

      Hapus
  2. Jatuh cinta sekali sama hasil fotonya teh Ima 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Riskyyyyyy... tinggal punya kamera sendiri dan makin rajin kaya Risky.

      Hapus
  3. foto2nya keren banget, Ma.... coba dibikin large atuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, ini mah dalam rangka senang-senang, Teh. Menentramkan diri sendiri.

      Hapus
  4. Selalu ada kisah menarik di balik gambar 😎

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihiii... iya, ceritanya tampak biasa, tapi ternyata buat orang lain bisa jadi menarik, ya.

      Hapus
  5. Selalu suka sama foto vintage nya teh Ima

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mata tiiiiih... celius? duh, jadi malu.

      Hapus
  6. Aku kok malah pingin napak tilas lokasi foto2 ini diambil ya hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asik teh, bawa air minum biar gak haus.

      Hapus
  7. Tempat-tempat fotonya deket rumah aku hehe

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv