Cerita di Balik Foto #2

Hai, ini lanjutan dari postingan Cerita di Balik Foto #1.  Semoga menikmati, kalau tidak nikmat tidak apa-apa karena bukan makanan.

Postingan hari ke-4


Foto awan. Mungkin saya terbilang cukup sering mengambil foto awan. Entah pengaruh masa lalu yang sering duduk di genteng sambil lihat langit atau bisa jadi pengaruh di bawah sadar (psikologis). Kalau melihat awan yang menggumpal-gumpal atau bentuk yang unik, hati saya menjadi antusias dan sangat senang.

Foto awan ini diambil waktu saya dan saudara-saudara jalan menggunakan kendaraandi seputar Jalan Braga. Tepat hari terakhir di tahun 2017. Di sebelah kiri saya ada bangunan peninggalan kolonial yang kini sudah dimanfaatkan fungsinya oleh Kimia Farma dan Starbucks Coffee. 


Saya tadinya merasa tersentuh begitu melihat Starbuck mengambil alih sebagian bangunan itu yang tadinya seluruhnya digunakan oleh apotek Kimia Farma. Suasana kafe percampuran klasik dan modern menjadi terlihat unik dan eksotik. Bangunan itu tidak banyak berubah, tapi rasa Eropa dan rasa lokal memberi energi yang romantik.

Siang itu cuaca seperti pukul 09.00 WIB pagi, tapi sebenarnya sudah jam 11.00 WIB. Cuaca adem dan matahari yang cerah-hangat membuat awan di atas atap bangunan kolonial ini sangat indah dan kuat. Saya langsung buka jendela mobil, dengan cepat awan itu segera saya ambil gambarnya. Ada yang sedeikit bergerak, ada yang masih ada terlihat bengkok, cembung sampai akhirnya dapat yang agak lumayan seperti foto ini. Meskipun segitu, tapi bahagia. Seperti mencoba semangkuk ice cream rasa vanila.

Ada ayat yang sangat puitis tentang awan di salah satu ayat Al Quran:

“Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya menggupal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba dia bergembira.” (Ar-Rum (Bangsa Romawi), ayat 48)



Postingan hari ke-5



Objek burung yang di dalam sangkar ini saya temukan di sepanjang Jalan Asia Afrika seberang Pasar Kembang. Saya terpikat begitu saja, seekor burung yang malang. Dia tentu ingin terbang ke langit, ke atas atap, bermain bersama kabut dan awan-awan. Pagi itu saya melihat burung itu seperti tengah berdoa. Paruhnya menghadap tepat ke atap sebuah kubah masjid. Burung yang religius, bisa jadi lebih religius dari manusia seperti saya.

Saya ambil foto ini ketika mencari beberapa gelas Kopi Purnama untuk si seruput ramai-ramai di hotel tempat kami menginap. Kebetulan hotelnya tepat di sebelah Jalan Alkateri Bandung. Sementara kakak-kakak, anak-anak dan para keponakan tengah berenang di lantai atas hotel. Saya dan suami berburu kopi ke Kopi Purnama dan beberapa tangkup roti kukus. Sayangnya warung kopi itu tutup sampai 3 hari pertama di awal tahun. Lumayan bikin pedih hati. Haha!

Tapi satu sisi, saya mendapatkan suasana jalanan lengang yang menyisakan kegembiraan dan percampuran sepi malam di akhir tahun. Bisa jadi, menyisakan banyak luka mendalam. Sisa sampah, orang-orang yang tak punya rumah, masih tidur di pingggiran toko dengan bajunya yang kumal.

Akhirnya saya dan suami foto-foto di depan graffity dan menemukan seekor burung yang menghirup udara hari pertama di tahun 2018 di balik sangkar. Sementara pemiliknya merasakan kebebasan dan kebahagiaan suara burung. Mungkin pemiliknya rindu pepohonan dan suasana perkampungan. Sehingga dia memelihara burung malang untuk menentramkan hati dan menciptakan suasana alami.



Postingan hari ke-6


Melihat objek pohon dan lampu ini seperti sepasang sahabat. Ada keakraban yang melekat diantara keduanya. Mereka seperti tengah berbincang ringan tentang cuaca, binatang yang kerap hinggap, orang-orang yang berjalan tenang dan bergegas diantara mereka.

Objek ini saya ambil ketika mendapat undangan acara Workshop Jurnalistik Pemula yang diadakan oleh Diskominfo Bandung di Kampung Sampireun Garut. Kesempatan ini berlangsung di akhir tahun 2017, serasa mendapat hadiah akhir tahun. Sudah lama sekali saya ingin ke Kampung Sampireun, tapi baru kali ini saya dapat kesempatannya, itupun sambil bekerja dan dapat ilmu.



Postingan hari ke-7



Foto sepasang eskalator ini diambil waktu saya melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit Santosa. Sore, jadi irang-orang mulai menepi, tidak begitu banyak. Meskipun mulai agak sepi, tapi setiap mengambil gambar ada saja orang yang naik maupun turun eskalator jadi. Nunggu momen sepi, tanpa manusianya cukup alot. Tapi ini pengalaman seru sambil nunggu antrian dapat obat yang cukup lama.

Kenapa saya ambil eskalator ini, saya fikir unik aja. Rasanya dramatis, sepasang eskalator yang bekerjasama menolong orang naik maupun turun ke dua tempat yang berbeda. Begitu tenang, begitu sabar.

Hidup perihal membaca. Membaca benda-benda bergerak dan berdiam dengan haknya. Lalu petik makna dibaliknya.

Salam.

Bandung, 12 Februari 2018
@imatakubesar

8 komentar:

  1. Aku suka sama postingan foto awan, entah kenapa awan itu keren yah, apalagi ketika cerah, langit biru dan awan seperti gumpalan kapas raksasa

    BalasHapus
  2. Aku juga suka bayangin bentuk awan yang berubah rubah. Kalo liat awan rasanya adem

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah... Imajinasinya Risky pasti keren, nih

      Hapus
  3. Keren filosofi sepasang eskalatornya. Aku mah naik-turun aja harusnya berterima kasih ya krn sdh membantu mengurangi capek

    BalasHapus
  4. Hihiiii... Makasih Rina Darma. :)

    BalasHapus
  5. Wih sabar banget teh nunggu sepinya. Aku mah kayaknya udah nyerah. Tapi hasilnya setimpal, ya. Jadi inget dulu pernah bolak balik ke Santosa, pernah dirawat juga.

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv