Mengemas Sekoper Senja Untuk Langit

Mengemas senja ke dalam koper. Meletakan jantung dan hati, perlahan. Disusun, disisipkan satu persatu. Hey, tak perlu gusar, kemari duduk sejenak redakan gelisah di ujung kota. Menampung kata-kata yang semakin deras, merayap ke dalam tanah, memantul di daun, mengantung di awan dan berenang di tengah ombak. Hilangkan luka, melalui bagian kecil yang kita punya.

Foto: Ima.


Pertemuan senja ini menarik diri dari keriuhan, meski sejenak. Temani penantian dalam segelas kopi juga setangkup croissant.

Di timur, dinding-dinding tampak mulai lapuk, beberapa terlihat lapisan dalamnya, pintu berwarna abu-abu tua, kaca patri, tenang menangkap segala kejadian. Tentang cinta, benci, bahagia, gelisah dan hidup yang meletup-letup. Masa selalu berulang, yang membedakan adalah usia.

Hari ini tidak ada hujan, diganti matahari yang sembab. Dia mulai mengantuk dan beredar menuju ruang hidup yang lain. Oranye tua bersatu dengan gumpalan awan, lalu gelap menyatu, utuh.

Musim saling berlomba, menuju pada entah. Mengikuti hari, memberi tanda pada setiap gerak, degup, denyut, riak. Jalan-jalan tandus kembali berair, perlahan. Ada sedikit rumput di balik bebatuan. Hati terus berputar membawa diri pada setiap jejak. Terkumpul, berjejak kuat, tumbuh berbuah, ada yang menghilang terbawa angin juga gelombang.

Duduklah, sejenak, mari bicara tentang isi koper. Mengolah ribuan langkah yang menarik hati kecilmu. Tanpa tendensi. Karena diri serupa tanah liat yang kerap dibentuk, terbentuk, belajar pada setiap proses dan memetiknya. Lalu, berilah energi dengan 99 kekuatan Maha Dzat, agar yang menganga kembali menyatu, yang rapuh kembali tangguh, yang layu kembali tumbuh.

Letakan sejenak bebanmu, kembalikan jantung dan hati pada ruang tentram. Karena kita terlalu berharga jika hati mengecil dan jiwa berlapis sendu. Biarkan dia mekar, berbuah, kau akan melihatnya terbawa angin seperti putik sari yang menyebar ke seluruh bumi. Bertumbuhan di setiap tanah. Tanah lembab, tanah basah, tanah kering, tanah merah.

Setiap senja, akan merekam cerita lalu terkumpul dalam berikat-ikat kisah. Tentang aku, kamu, kita. Ada yang berkembang dan berbuah. Ada pula yang luruh, terseret gelombang, terjebak di padang tandus.

Tak ada kehidupan yang tak berarti, setiap jiwa punya kehidupannya. Genggam hangat setiap detik nafas, pada Pemilik Hidup.



Bandung, 7 Oktober 2017
Imatakubesar



25 komentar:

  1. melepaskan beban hidup sampai hari bertemu senja. oh indahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, seringkali beban dan ringan itu kita yang mengendalikan. Saat kita berhasil mengendalikan, segala sesuatu jadi tampak indah.

      Hapus
  2. Kadang hanya dengan menatap senja dan penyadaran itu ada. Koper yang kita bawa tak sepenuhnya harus berisi semua cerita, tinggalkan yang memberatkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, karena hidup, haruslah terus berjalan selama kita masih bernafas.

      Hapus
  3. Saya suka banget senja, redup namun bersinar, aaah jadi kangen menatap senja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kaya liat bayi di bawah lampu bohlam: redu namun bersinar.

      Hapus
  4. menatap senja membuat kebosanan atas rutinitas harian perlahan hilang, sukaaa banget senjaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Senja seperti segelas cokelat hangat, meredakan degup yang terburu-baru, meluruskan benang-benang kusut.

      Hapus
  5. kalau lagi rapuh, dzikir itu bisa menguatkan hati ya teh ^,^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dzikir itu sumber segala ketenangan, segala sesuatu jadi ada dalam kendali yang Maha.

      Hapus
  6. selalu suka deh sm tulisan ima....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih Teh Putu, laa kuata illabillah...

      Hapus
  7. tulisan ima selalu puitis,lopelope, deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya teh, kalo udah menulis begini hormon endorfin suka lebih keluar, dan badan jadi lebih segar.

      Hapus
  8. senja itu punya arti yang berbeda pada setiap kesan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kondisi seseorang yang menentukan arti senja, kadang senja jadi menakutkan, kadang senja jadi menentramkan.

      Hapus
  9. jadi alasan kenapa aku suka sama warna oranye itu ya karena senja :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Warna yang cocok sama Neisa yang cantik.

      Hapus
  10. Kalau tentang senja aku keingeta sunset. Entah gimana, lebih suka sensasi sunset daripada sunrise walau sesudahnya kayak berasa merasa kehilangan gitu. *yaaaa curhat deh*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sunset itu suka bikin semangat ya, Fi dan senja itu semacam penyerahan diri pada pemiliknya, kehilangan itu sebuah kepastian, ikhlas menjadi proses yang panjang untuk didapatkan.

      Hapus
  11. Senja itu, romantis..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan seseorang tersayang di sebelah, atau hanya dinikmati sendiri.

      Hapus
  12. Bi ima tulisannya makin nyastra euy. Dibikin buku, ilustrasinya sama om holis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam rangka, Lu, ini. Projek pribados bulan Oktober. Mudah2an jadi. Hahhahaaaa...

      Hapus
  13. Ini harus dijadikan buku!

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv