Ibu. Batik. Kini

Selama masih bulan Oktober, rasanya masih pas ya bincang-bincang tentang baju batik.  Saya punya beberapa baju batik yang kerap digunakan untuk sehari-hari dan datang ke acara-acara formal.  Ragam kain batik yang dulunya hanya digunakan sebagai bawahan, kini diaplikasikan ke berbagai jenis pakaian.  Rok, celana kulot, rompi, outer, baju atasan, hingga baju tidur.  Animo masyarakat Indonesia pada baju batik menjadi tinggi, terutama ketika banyak orang-orang fashion menciptakan kain batik dengan karya yang lebih asik dan mudah diterima semua umur.  

Amih (panggilan ibu saya) pernah cerita.  Pada jaman penjajahan Jepang, Emak (panggilan nenek saya) beberapa kali pulang pergi ke Jogja bersama Abah (kakek saya).  Tentara Jepang kerap memeriksa penumpang pribumi.  Mereka tidak boleh membawa barang untuk di jual belikan.  Emak dan Abah ini pedagang segala, mereka pergi ke Jogja maupun Solo untuk membeli kain batik.  Emak dan Abah punya cara menyembuyikan kain batiknya ini, beliau kerap melilitkan kain tersebut hingga berlapis-lapis di badannya agar lolos dari pemeriksaan.  
Proses mendapatkan kain batik ini penuh perjuangan.  Kain batik dari Solo ini banyak dicari oleh orang-orang, karena motifnya yang khas dan bagus.  Pakaian utama perempuan saat itu, kain batik yang dipadukan dengan kebaya bunga-bunga, kebaya brukat, kebaya tipis.  Terlihat klasik dan cantik.
Sekira tahun 1980-an, saya masih sering melihat para ibu menggunakan samping maupun sarung batik untuk pakaian sehari-hari dan menutup kepalanya.  Tak hanya digunakan untuk aktifitas formal pun para petani  yang kerap merawat padi di sawah.  Sarung batik dipadukan dengan kebaya menjadi pakaian sehari-hari perempuan Jawa layaknya rok, celana panjang dan blouse.   Saking menyatunya dengan masyarakat, kain batik tidak hanya digunakan untuk menutup badan, kain batik ini kerap dipakai untuk membedong bayi, menggendong bayi, acara khusus seperti pernikahan, dan menutup jenazah.  
Perlu diketahui bahwa motif setiap batik mempunyai nama, makna dan filosofisnya.  Seperti motif batik tambal ada yang percaya jika si sakit mengunakan kain sebagai selimut maka sakitnya akan segera sembuh.  Motif batik truntum yang dipakai saat pernikahan.  Adapula batik motif cuwiri yang digunakan buat menggendong bayi, dll.  
Amih punya beberapa koleksi, batik yang kerap di bagikan ke anak-anaknya saat mereka melahirkan.  Batik-batik dengan motif bagus seperti Tiga Nagari.  Batik dengan motif perpaduan dari tiga tempat, yaitu Lasem, Pekalongan dan Solo, perpaduan bunga, daun seta isen-isen khas batik yang digambar manual atau namanya batik tulis.  Warna beragam dengan kondisi kain yang lembut.  Beliau jarang mencuci dengan detergen, tapi cukup di masukan ke dalam air bersih, di kucek sebentar lalu segera di jemur di bawah matahari tidak langsung agar warna batik tetap awet.
Sampai sekarang, Amih dan beberapa teman-temannya yang sudah sepuh, masih menggunakan kain batik dengan kebaya.  Sesekali menggunakan baju gamis jika ada pengajian di masjid maupun acara-acara marhaba dan undangan mengaji di tetangga.  Tapi, sekarang lebih apik.  Kain-kain batik seperti Tiga Nagari di simpan baik-baik dan sekarang lebih menggunakan sarung kain batik cetak.  Kemudian di jahit menggunakan karet untuk pinggangnya agar praktis dipakai.  
Kebiasaan Amih menyiapkan beberapa lembar kain batik untuk bedong dan gendong bayi, sepertinya sudah kebiasaan dari leluhurnya.  Mungkin mereka tahu filososi di balik kain batik tersebut yang bisa membuat bayi terlihat lebih pantas.  Tapi karena suka dengan motif batiknya, kain itu saya pakai hanya sesekali saja.  Selanjutnya saya pakai kain flanel buat bedong dan kain khusus buat gendong.  Sementara batik yang dikasih Amih saya cuci lalu di jahit jadi baju batik.

Ini batik andalan, segala momen dipake. :D

Kecintaannya terhadap batik, membuat saja jadi suka beli kain batik lalu di jahit untuk baju keatasan,  celana kulot, rok, bahkan pernah saya buat tas gendong.  Unik.
Bertahun kemudian, terjadi berbagai macam percampuran budaya.  Satu persatu budaya lokal tersingkir, pengunaan batik sempat menurun bahkan tidak ada.  Rasa memiliki dan kecintaan terhadap batik pun menurun dan dianggap sebagai pakaian formal yang digunakan untuk acara-acara tertentu saja.  Sebagian besar kerap digunakan untuk menghadiri pernikahan dan prosesi formal lainnya.
Sampai suatu hari, batik diaku sebagai karya khas negeri tetangga.  Hal ini membuat orang-orang berang dan tidak suka, karena batik sudah menjadi bagian hidup Indonesia.  
Setidaknya kejadian ini membuat orang-orang kembali melek dan betapa berharganya hasil cipta karya anak negeri.  Pemerintah kemudian mewajibkan masyarakat dari anak sekolah hingga pekerja menggunakan batik di hari Jumat.  Perlahan, kecintaan masyarakat terhadap batik meningkat lagi.  Berbagai batik menjadi media dasar untuk sejumlah pakaian dengan model yang beragam.  Bertahun beberapa pihak pengajuan ke UNESCO agar batik menjadi warisan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan.  Akhirnya pada tanggal 2 Oktober 2009, menetapkan batik sebagai warisan budaya milik Indonesia.  
Sekarang ini di setiap sudut, menyedikaan pakaian berbahan dasar batik.  Dari mulai baju untuk tidur, pakaian bekerja, kegiatan sehari-hari, jaket, tas, taplak meja, dan berbagai aplikasi lainnya.

Bandung, 9 Oktober 2017

Imatakubesar  

12 komentar:

  1. saya termasuk yang suka sekali pakai batik kalau berkerja. Apalagi kalau meeting, siapkan batik yang cantik warnanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo saya suka warna2 gelap, seperti coklat, hijau lumut, kalaupun merah, dipilih warna merah tua.
      Pake batik tuh nyaman, apalagi sekarang modelnya macem2, jadi lebih berani pake batik.

      Hapus
  2. waaah, kebayang ya perjuangannnya untuk mendapatkan kain batik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga ngebayangin kalo mau buang air gimana coba? Kasian banget, kan.

      Hapus
  3. Sekarang corak batik makin banyak ya dan bagus-bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ima suka motif2 dan warna dari jogja dan pekalongan

      Hapus
  4. perjuangan banget ituh emak n abahnya, hihihi.... sama kayak perjuangan indonesia mematenkan batik, yang hampir diklaim juga sama negara lain, hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas banget kesimpulannya, teh. Juaraaaa...

      Hapus
  5. Saya suka pake batik, lebih pede aja. Kalau ke undangan juga lebih seneng pake batik

    BalasHapus
  6. wahhh ibu nya teh ima pasti koleksi batiknya bagus2 yaaa. karena batik jaman dulu sama jaman sekarang beda... dulu teh lebih epic

    BalasHapus
  7. Bangga pakai batik.
    Kami sekeluarga penggemar batik, dari mulai batik Jawa Barat, Tengah sampai batik Jawa Timuran.

    Engga tanggung-tanggung, kaka kalau keluar Jawa pun yang dicari adalah kain batik untuk dijahit sarimbit satu keluarga.

    Senangnyaaa...berbatik ria.

    BalasHapus
  8. Sama, uyutnya jav juga masih suka pake samping dr kain batik

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv