Kopi Ramah Lambung

Jumat, 1 Juli 2016

Pagi tadi lebih cerah dari biasanya padahal rumah sangat berantakan, mainan dimana-mana, meja kotor karena susu, piring-piring kotor, tapi hati saya baik-baik saja. Alasannya sederhana, karena saya sudah menyelesaikan satu pekerjaan yang menyenangkan yaitu Workshop bareng Kopi Dewa #2 tanggal 30 Juni 2016 di yellow Truck Jl. Patuha Bandung. Iya, saya kembali minum kopi, tapi hanya konsumsi kopi dari bentuk biji, digiling manual hingga seduh.

Sebenarnya, saya sudah 3 tahun lebih tidak minum kopi lagi secara rutin. Paling saya jadwalkan meminumnya sebulan sekali saja. Kaget? Ya, saya pun dan ternyata bisa melewatinya. Sejak suami saya sakit, saya jadi takut ngopi, saya tidak akan cerita alasannya karena panjang sekali. Lebih baik saya ceritakan hal yang menyenangkan yang membuat saya jadi penikmat kopi ajaib ini. Sejak SMA saya sudah mulai minum kopi, mungkin karena pengaruh keluarga saya sebagai penikmat kopi pagi-pagi ditambah roti kadet isi mentega-gula atau pisang goreng. Abah, teteh, apalagi kakak laki-laki tak pernah lewat selalu minum kopi pagi, ruang rumah sampai teras hangat oleh harum kopi. Kami biasanya dapat kopi kiloan dari adiknya nenek, namanya Aki Uar (alm.) dan selalu tersedia di toples kaca. Diseduh begitu saja dengan air panas, uapnya mengepul. Kadang saya suka memperhatikan busa-busa tipis menggenang dan mencium khas harum kopi yang hangat. Sejak itu hingga 3 tahun kebelakang, kopi masih menjadi bagian yang tak terpisahkan. 




Beberapa pekan kemarin, saya kangen lagi minum kopi. Sesekali coba, misal ikut seruput punya teman, meneguk sesendok saja hanya untuk menuntaskan rindu rasa kopi. Bahkan sesekali saya beli kopi sachet di depan rumah, hanya untuk di gunting bungkusnya, di masukan ke gelas lalu di endus saja. Setelah itu segera saya kasih ke orang lain Sampai suatu hari, saya seolah-olah merajuk pada Tuhan,”Tuhan, aku kangen minum kopi. Masa sih makanan dan minuman jadi racun, semua yang tersedia kan baik buat tubuh. Ima pengen minum kopi lagi tapi tubuh Ima baik-baik saja, malah pengennya jadi sehat.” .

Sampai suatu hari saya tiba-tiba saja kenal dengan Restu Dewa dan Sugesti Uge-istrinya di sebuah acara. Dia adalah orang sangat suka kopi, blogger kopi, luas sekali pengetahuan tentang dunia perkopian dari hulu ke hilirnya, dari petik hingga seduh dan menghasilkan kopi yang enak dan bermanfaat buat tubuh itu seperti apa. Ternyata, dia ingin sekali membuat workshop, entahlah, hati saya seperti tergerak kuat untuk menyanggupi menjadi fasilitator untuk membuat acara workshop kopi ini. Saya seperti punya keyakinan kuat, bahwa ilmu yang dia punya dan keinginannya untuk berbagi pengetahuan tentang kopi harus disebarkan. Karena banyak sekali orang awam seperti saya, pecinta kopi tapi tidak tahu kopi yang baik itu seperti apa.

Energi dan menggarap membuat event seperti kembali, otak saja seperti kembali bekerja, semua dikerjakaan dengan tenang dan senang. Semua serba mengalir dan semesta mendukung niat workshop yang kami rencanakan. Dimulai dari sebuah pertemuan dengan Restu pagi hari, lalu diskusi, saya berusaha menangkap energi, harapan dan imajinasinya. Saya langsung membuat draft acara, teknis pendaftaran hingga bentuk kerja samanya. Hari itu juga, kami temui pemilik Dreiwinkel Café menjadi salah satu tempat yang kita minati untuk membuat workshop, menghubungi Adew Habsta untuk mengisi akustik, menghubungi teman –Ferry Hardiansyah- pemilik Z n Z distributor makanan menyediakan camilan. Rupanya semua senang bekerja sama dan semua fix hari itu. Malam itu juga, begitu saya pulang ke rumah, surat dan proposal kerjasama selesai dan langsung di lempar ke calon sponsor lain yaitu roaster Blind Bottle Id untuk menyediakan merchandise berupa biji kopi buat peserta. Jadilah Workshop Kopi Dewa #1 di Dreiwinkel waktu tanggal 2 Juni 2016.

Sejak menangkap banyak cerita tentang “perkopian” dari Restu ini, saya jadi lebih berani minum kopi asal jenis yang arabika sampai habis-oke, meskipun masih memakai gula dan susu a.k.a cappuccino-ternyata lambung saya tidak berontak dan saya bahagia sekali karena saya menemukan kopi yang baik buat lambung saya. Tak hanya itu, saya dapat bonus dengan dibukakannya orang-orang/komunitas pecinta kopi dengan pergerakan nyata.  Seperti memelihara kebun kopi, bagaimana para roaster memelihara kualitas, bagaimana para barista bereksperimen rasa dan banyak lagi.  Semua berawal dari setitik keinginan, yaitu: ingin minum kpi lagi yang enak buat lambung.

Walaupun sudah tahu, bukan berarti saya jadi minum kopi lagi setiap hari. Segala sesuatu yang dikonsumsi berlebihan selalu tidak baik, jadi, saya tetap batasi minum kopi setidaknya seminggu sekali. Selamat datang pengetahuan, selamat datang kehidupan yang baik.



Bandung, Hari Jumat, 1 Juli 2016

@Imatakubesar

5 komentar:

  1. akhirnya hasrat ngopi sehat bisa dilakukan setiap ingin minum kopi, brewing sendiri pulak! mantap ...

    BalasHapus
  2. Kok senasib ya teh, sejak SMA saya gak bisa ngopi gara2 asam lambung. Ketemu juragan kopi di Garut, proses sendiri dan dijual sendiri, jenis arabika jadi tau ramah lambung.

    BalasHapus
  3. Aku bukan oecinta kopi jd susah membedakan rasa kopi enak atau enak banget

    BalasHapus
  4. Aku bukan oecinta kopi jd susah membedakan rasa kopi enak atau enak banget

    BalasHapus
  5. Aku ga addict banget sama kopi dan bulan puasa kemarin juga berhasil melaluinya tanpa kopi. Tapi minum kopi sesekali boleh, lah.

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv