Gerimis di Akhir Desember

Berita Itu

Malam itu saya mimpi, ruang tengah rumah berubah menjadi seperti aquarium, tinggi airnya dari lantai hingga atap, tinggi sekali. Di dalam air berwarna biru gelap terdapat rombongan ikan berenang-renang dan agak jauh ada 2 ekor ikan hiu. Saya agak was-was khawatir ikan hiu itu akan mendekat, tapi rasa takut itu berkurang karena seolah ada yang bilang bahwa ikan itu tidak akan melukai saya. Aku lekatkan telapak tangan ke aquarium itu, ternyata tak ada kaca yang membatasi, karena tangan saya masuk ke dalam airnya, saya rasakan airnya dan memainkan sebentar lalu ditarik kembali. Mungkin ibarat kisah Nabi Musa yang membelah laut dengan tongkatnya, tapi air ini begitu tenang. Tiba-tiba ada setumpuk ikan di dekat kaki saya. Sesaat, saya pun bangun dari mimpi, agak kaget dengan mimpi yang terjadi, mimpi yang tidak biasa. Semoga mimpi ini pertanda baik.



Jam dinding menunjukan pukul 04.30 WIB, saya segera pergi ke WC dan shalat shubuh. Mimpi itu masih terbayang-bayang, tapi saya coba berikan sugesti baik. Pada salam kedua shalat shubuh, ringtone smartphone saya bunyi. Firasat yang berbeda, biasanya suami nelepon paling pagi jam 05.30 WIB. Kebetulan, saat itu Cholis sedang ada di BSD-di kediaman rumah tetehnya Cholis karena harus nunggu hasil EEG dan Abah-Bapak mertua saya sedang dirawat di RS OMNI BSD. Kebetulan selama ini, rumah Teh Embay dan Da Alwis selalu dijadikan basecamp-tempat singgah buat suami dan Abah yang sedang melakukan pengobatan. Kebetulan, saat itu saya sedang di Bandung harus mengurus sekolah Alif (TK, 6 tahun), ditambah tanggal 17 Desember ada pembagian rapotnya. Dilayar, ringtone muncul bersamaan dengan nama suami saya, sejenak menangkan diri, tarik nafas panjang lalu dihembuskan kembali. Saya berbisik,”Allahuakbar, Allah, beri saya kekuatan, lahaola walakuata illabillah.” Saya sentuh layar smartphone, dibalik smartphone itu suara Ayah,”Assalamualaikum, Mah…”

“Waalaikumsalam, Ayah ada apa? Udah makan obat belum?.” Ini hari Rabu, waktunya Cholis makan obat TBC otaknya.
“Iya, udah. Mah, (dia hening sejenak) Abah ninggal.” (Ninggal=meninggal) Lalu kalimatnya berhenti. Saya pun seketika menangis.
“Jam berapa, Ayah?”
“Jam 02.30 WIB, tadi Da Alwis yang kasih tahu Ayah.”
“Ayah, Ayah yang tenang, ya.” Saya khawatir dia drop mendengar berita ini, mengingat penyakitnya yang belum pulih, hatinya harus stabil, jika tidak, ada resiko kejang. Tapi karena mendengar saya menangis, dia pun ikut menangis.
“Ima yang tenang, ya, gak usah khawatir, Insya Allah khusnul khatimah. Ima kalau ga ke Pandeglang juga gapapa, ga usah maksain.”
“Eh, ari Ayah. Tenang aja masalah itu mah, Ima usahain secepatnya berangkat ke Pandeglang. Kalau gak dapat pinjaman mobil, diusahain naik bis juga gak apa-apa. Pokonya Ayah ga usah mikirin. Nanti Ima kabarin lagi jam dan gimana berangkatnya.” 


Sambil melirik jam dinding yang jarumnya menuju pukul 05.00 WIB. Pembicaraan selesai, saya harus bertindak cepat, menyiapkan pakaian untuk beberapa hari sambil memberi kabar pada semua saudara tentang berita duka ini, mencari supir, meminjam mobil, mengajak saudara untuk ikut ke Pandeglang, membeli dan menyiapkan perbekalan. Jam 06.00 WIB saya dan Alif sudah siap, kebetulan Bayan (3 tahun) masih tidur jadi tidak terlalu repot membujuk dan menitipkan dia di Ibu saya. Berita baiknya, supir bisa mengantar, singkat cerita akhirnya saya dapat pinjaman mobil dari Kang Tisna. Selain mendapat pinjaman, dia pun memberi uang bensin dan se-plastik camilan. Kami pun berangkat, saya, Alif, Kang Awug, Teh Rahma, Teh Ike dan supir berangkat menuju Kadupandak Pandeglang.

Suasana di belahan Propinsi Banten terasa duka, entahlah, mungkin karena begitu masuk propinsi ini hujan dan gerimis datang bergantian tak henti. Entahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Setiap waktu, saya dan Cholis terus saling kontak dan memberitahu posisi kami. Perjalanan dari Bandung ke Kampung Kadupandak Pandeglang cukup jauh, beberapa kali kami mengambil kesempatan untuk istirahat. Untuk sekedar ke toilet, membeli segelas kopi panas dan makan siang. 

Sayangnya ini bukan trip, padahal disepanjang Jalan Terusan Serang Pandeglang, di kiri kanan banyak penjual durian. Satu sisi saya bahagia bisa pergi persama saudara, maunya mengajak mereka menikmati durian, tapi waktu terlampau sore jika harus makan durian dulu. Sepertinya ini bulannya panen durian, jadi inget Abah, dia sangat suka durian tapi makannya terbatas karena penyakit gula yang menahun ditubuhnya. Beberapa bulan kemarin, kalau tak salah mulai bulan April, beliau mulai menjalankan cuci darah, karena penyakit gulanya sudah kena ke ginjal dan jantung.  Sejak mulai mengenai dua alat organ vital ini, Abah harus dirawat dan keluar masuk rumah sakit.

Akhirnya, Abah dan keluarga memutuskan untuk melakukan cuci darah.  Sejak saat itu pun Abah melakukan perawatan dan pindah-pindah rumah sakit dari Rumah Sakit Umum Daerah Serang dan OMNI BSD. Tiap hari Senin dan Kamis, Abah cuci darah di RSUD Serang, Abah sering diantar oleh Ade (adik Cholis) dan Ka Udong (kakak Cholis) untuk melakukan ini. Perjalanan panjang dari Kadupandak Pandeglang menuju Serang memakan waktu cukup lama, berangkat setelah Dzuhur dan sampai ke RSUD pukul 14.00 WIB, sementara cuci darah mulai dari jam 15.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Abah tiduran diatas kasur selama 5 jam, sementara mesin pencuci darah mulai bergerak. Seingat saya, kondisi fisik Abah rasanya semakit turun, fisiknya terlihat sangat kurus dan lemah.

Bersama pasien-pasien yang lain proses cuci darah ini membangun komunikasi yang menarik antara satu keluarga bersama keluarga pengantar lain. Saya pernah datang sekali ke RSUD Serang ini, kebetulan ada kesempatan Cholis harus kontrol ke RSCM Jakarta dan dia ingin tinggal menemani Abah di Pandeglang hingga waktunya kontrol lagi ke RSCM. Satu sisi, ini sebuah proses yang melelahkan, semoga kita semua selalu diberi kesabaran, kekuatan dan ketenangan, bisikku dalam hati. Karena perjalanan dari Kadupandak cukup memakan waktu yang lama, akhirnya keluarga memutuskan untuk memindahkan Abah ke OMNI BSD, jadi selama nunggu waktu cuci darah bisa tinggal di rumah Teh Embay. Mengingat jarak dari rumah Teh Embay ke Rumah Sakit Omni terbilang dekat jadi bisa hemat tenaga juga buat Abah.

***

Nasehat-Nasehat Abah

Saya ingat waktu pertama kali Abah datang bersama keluarga besar suami ke Bandung dalam rangka silaturahmi. Bukan untuk melamar, tapi menjalin komunikasi. Karena waktu itu Cholis masih kuliah di DKV UNIKOM Bandung, sebenarnya kuliahnya ini bukan pertama kali, tapi sudah ia jalani dari tahun 1996 di Unisba lalu pindah ke STSI dan bergelut di dunia musik. Baru kali itu Cholis menjalankan kuliahnya dengan sungguh-sungguh di DKV. Abah maunya, beres kuliah dulu baru menikah. Saat itu, Cholis berusaha sekali menuntaskan kuliah yang tinggal 1 semester lagi. Saat keluarga datang ke rumah, semua bilang bahwa Abah auranya beda, gagah, malah lebih gagah dari Cholis. Hehe… Itu, 10 tahun yang lalu, waktu jadi terasa sangat sebentar.

Ah, saya jadi ingat lagi, waktu bulan Januari 2014. Di awal bulan ini, suami tiba-tiba dapat serangan kejang. Banyak yang bilang bahwa dia kena serangan sihir atau penyakit kiriman dari seseorang yang tidak menyukainya, walahualam. Ketika saya mengutarakan hal ini, Abah berbeda pendapat, dia bilang bahwa hal yang gaib itu ada tapi diluar kuasa kita. Jangan pernah mengira-ngira bahwa penyakit ini kiriman dari seseorang, khawatir jadi menuduh seseorang dan lahir jadi fitnah. Jika kita sudah mengira bahwa si-A-lah pelakunya, khawatirnya salah dan jatuhnya fitnah dan menimbulkan masalah baru. 


Katanya, sebaiknya kalau sakit segera periksa ke dokter lalu berusaha untuk diberi obat untuk menyembuhkannya. Hati ini rasanya lebih lapang, karena saya pun maunya begitu saja. Urusan benar atau tidak bahwa penyakit ini kiriman, lebih baik lepaskan saja urusannya sama Allah Sang Maha Pemilik Ghaib. Jadi yang penting, iktiar dan doa jalan terus, urusan rezeki, hal urusan gaib semua diserahkan pada Allah, Dia yang Maha Tahu dan Maka Kuasa.

Satu lagi nasihat yang paling saya ingat, ketika Abah dan Mama menengok Cholis ke Bandung. Dia melihat dan merasa khawatir ketika melihat tubuh saya yang turun drastis. Saya yang gemuk tiba-tiba jadi kurus dan wajahnya tidak segar. Saat itu, saya memang sedang merasa “sendiri”, merasa tidak berdaya, semua jalan terasa buntu dan tiap saat terasa khawatir dalam segala hal. Berfikir masalah kesehatan Cholis, kondisi perkembangan anak-anak dan materi. Saya benar-benar bingung. Selama mereka di rumah, saya tidak terlalu banyak beinteraksi karena menyiapkan masakan, beres-beres dan mengurus anak-anak. Pas mereka pamit pulang, Abah memberi nasehat dan nasehat ini yang memberi kekuatan buat saya,”Neng, jangan takut dan jangan terlalu khawatir, sakitnya Ka Nung (panggilan untuk Cholis) ini sudah dituliskan di lauh mahfudz. Neng Ima jangan lupa makan dan istirahat.” Ya, mungkin 2 tahun lalu, kondisi tubuh saya yang sangat kurus dan tampak pucat.

Gerimis membangunkan ingatan saya pada banyak hal, termasuk ketika kami pernah sama-sama melakukan pengobatan Akupunktur di Meridien Margonda Raya Depok. Seringkali Teh Embay disela-sela kesibukannya mengasuh komunitas shalawatan di Serpong dan sebagai agen Prudential, mengantar kami ke Depok. Ya, kami berombongan seminggu 3x melakukan akupunktur dari Serpong ke Depok. Pemandangan padat tempat makan, printing, toko buku di sebelah kiri kanan seputar Margonda Raya Depok menjadi sangat akrab. Bahkan kami pernah menyewa satu kamar apartemen untuk Abah, lalu sesekali saya, Alif dan Cholis ikut menginap disana karena ada jadwal akupunktur juga. Tapi, Cholis hanya bertahan beberapa hari saja, karena udara pengap di ruang apartemen dan tekanan udaranya tidak cocok untuk kondisi Cholis. Karena kondisi itu, Cholis pernah drop begitupun dengan Alif yang sering rewel, bisa jadi karena kondisi ruang yang monoton. Ini sekelumit ingatan yang diceritakan disini, banyak lagi hal yang lain.

***
Perjalanan dari Bandung ke Pandeglang terasa lama, entahlah, mungkin tadinya saya berharap jam 12.00 WIB sudah sampai di kediaman mertua. Tapi ternyata kami baru sampai jam 16.30 WIB. Gerimis membawa tubuh saya dan keluarga keluar dari kendaraan. Keluarga dan tetangga memenuhi kediaman Abah dan Mama. Semua menyambut kedatangan kami, wajah-wajah sendu menyelinap di semua orang. Rangkaian bunga pertanda rasa ikut berduka cita ikut menguatkan bahwa Abah sudah benar-benar tiada.  Abah sudah dimakamkan, itu pun banyak ditunda karena tak henti orang berdatangan ingin menyolatkan.

Mimpi itu, entah ada hubungannya atau tidak dengan kejadian hari itu, tapi sampai saat ini saya tetap berusaha berfikir positif dan menganggap semua yang terjadi sudah dituliskan di Lauh Mahfudz. Segala yang terjadi adalah sebuah proses yang terbaik buat saya dengan cara-Nya. Apapun kondisinya, segalanya mengandung banyak ilmu yang bisa mengeluarkan kita dari tidak tahu menjadi banyak tahu.

Allahuakbar… Sesungguhnya, hidup kami, tubuh kami adalah sepenuhnya milik Allah.


@imatakubesar
Bandung, 12 Januari 2015

8 komentar:

  1. Innalillahi wainailaihi rojiun, turut berduka Mbak, semoga almarhummendapatkan tempat yang layak di sisiNya, amin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mba. Insya Allah doa Mba diterima yang Maha Kuasa.

      Hapus
  2. Innalillahi wa innailaihi rajiuun. Semoga amal ibadahnya di terima disisi Allah ya mba, kuat banget ayahnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak, Mba Windah. Beliau memang kuat, berwibawa dan selau berfikir positif, Mba.

      Hapus
  3. innalilahi wainnalilahi rajiun, turut berduka mbak semoga amal ibadanhya di terima di sisi Allah.

    BalasHapus
  4. Innalillahi wa innailaihi rajiuun, turut berduka cita, mbak. Nasehat Abah sangat luar biasa, beliau pasti akan selalu hidup dalam ingatan semua anggota keluarganya. Semoga amal dan ibadah Abah diterima di sisi-Nya. Aamiin.

    BalasHapus
  5. inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun..allahumaghfirlahu warhamhu wa afihi wa'fu anhu.
    turut berduka mba ima...
    semoga almarhum mendapat tempat yg baik di sisi Allah.

    BalasHapus
  6. turut berduka cita ya imaa..
    nasehat abah pasti terkenang
    semoga abah diterima di sisiNya

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv