Biasanya kami, saya, Teh Embay, Suami, Alif dan Joya
berangkat ke Meridien Akupunktur di Depok setiap hari Senin, Rabu dan
Jumat. Namun karena situasi hari Senin ini
darurat, Teteh berangkat ke Depok mengantar oksigen untuk Apak (bapak mertua),
karena dikhawatirkan ada kejadian yang harus ada tindakan cepat. Akhirnya saya pun pergi ke rumah sakit, untuk yang ketiga kalinya, mengambil tes
MRI kepala suami. Tes MRI pertama ke tes
MRI kedua terjadi pembesaran. Tapi tes
MRI ketiga ini rupanya cukup menenangkan, pembengkakan berkurang, ukuran
tumornya masih sama tapi cairan di dalam tumornya tidak padat lagi. Usaha kami melakukan cara pengobatan
alternatif tumor otak melalui akupunktur (7 bulan), obat-obat herbal (hampir 1
tahun), minum kangen water dan pola makan food combining ternyata bekerja, meskipun
belum sepenuhnya menghilangkan tumor di otak suami. Analisa awam saya hasil tes MRI itu cukup
mengejutkan, pembengkakan di otak berkurang dan kondisi lainnya baik.
Foto: Imatakubesar |
Saya pun membuat janji bertemu dengan dokter syaraf dr.
Heriyanto di RS Eka Hospital di hari Selasa.
Beliau melakukan tes fisik pasien: genggaman tangan, mengangkat tangan
dan menahan kaki beberapa detik, tingkat refleks ketika di pukul oleh palu
khusus di lutut, lalu di tes berhitung, hasilnya tidak ada pengurangan fungsi
dan terlihat segar. Dari penglihatan,
bicara, analisa masalah, semua normal dan baik.
Obat anti kejang bernama Phenytoin masih dimakan 1 x 3 kali perhari
mengingat benda itu masih bercokol di otak suami dan pernah menyerang sekali di
bulan Oktober 2014. Kejang terjadi karena
suami merasa tubuhnya semakin bugar jadi dia memutuskan untuk mengurangi bahkan
menghentikan konsusmi obatnya, sejak kejadian itu, suami disiplin memakan obat phenytoin.
Penjelasan Dr. Heriyanto lebih tenang dan yang saya
perhatikan dia tidak pernah menyebutkan nama jenis penyakitnya: tumor atau
kanker, dia selalu menyebut “benda itu”.
Kalau Dr. Pieter yang di RS Borromeus selalu menyebut Tumor atau kanker
dengan “benjolan”. Efek penyebutan nama
penyakit ini mempunyai energi postif, lebih terasa ramah, tidak merasa terteror
dengan nama itu dan percaya bahwa benda ini dapat dikalahkan. Menurutnya, bendanya memang masih ada, ada
sedikit pembengkakan. Memang agak beda
dari kondisi sebelumnya tapi dia tidak menyarankan apa-apa selain
merekomendasikan untuk ketemu dengan Dr. Setyo Widi, beliau adalah dokter bedah
syaraf. Pikiran saya, wah pasti
solusinya operasi/pembedahan, tidak ada cara yang lain. Tapi hal yang membuat saya tenang ketika Dr.
Heriyanto mengatakan bahwa Dr. Setyo Widi bukan dokter yang gegabah memutuskan
operasi.
Pulang dari rumah sakit, langsung dilanjut ke Meridien
Akupunktur di D’Mall Depok. Saya
berbicang dengan Ibu Etin atau Ibu Agustin tentang hasil MRI ini. Beliau bilang, bagus ada kemajuan, kita terus
dan lanjutkan. Hanya saya masih khawatir
dengan jenis benda ini yang terbilang ganas.
Sambil nunggu beres suami di akupunktur, saya buka notes dan mau
gambar-gambar dengan anak-anak. Rupanya
di notes itu ada tulisan tangan suami untuk saya:
Mah!
Sabar, yah
Maafin ayah
Dulu ayah gak denger
nasehat Ima.
Ayah nyesel!
Ayah pengen sembuh dan
sehat, berharap Allah memberi kesempatan lagi untuk berumah tangga, berkumpul
dengan anak-anak, membuat rumah yang bagus, ada kebun sendiri, ada sarang
lebah, atau ternak lobster, dan lain-lain.
Ayah pengen kita di rumah bersama.
Sepertinya kalo Allah
mengizinkan, ayah mau berpenghasilan dari rumah ajah, usaha di rumah menemani
penulis hebat dan anak-anak yang cerdas dan soleh+lucu, hehehehe…
Mah, sebelum Ima baca
goggle apa itu blastoma, ayah sudah tahu bahwa itu ganas. Tapi mamah tenang aja, Allah pasti memberi
petunjuk dan pertolongan.
Kalo pun ayah
meninggal dalam kondisi sakit, bukan berarti Allah tidak menolong atau menyembuhkan. Tapi itulah pertolongan dan kesembuhan juga
dari Allah. Hanya nyawa ayah disimpan
oleh Allah disampingnya. Artinya, ayah
tidak akan sakit lagi selamanya dan Allah menolong ayah dari segala hal yang
menyengsarakan kita di dunia. Dan kalau
itu terjadi, ayah berharap, Ima, Aden, Bayan jadi orang baik dan soleh. Belajar agama.
Jangan nangis Mah, itu
kan kalo ayah di tolong dengan cara meninggal tapi ada pertolongan lain. InsyaAllah Ayah akan disembuhkan kembali
normal, hehehehe… Kita keliling dunia, kan
Ima mau nulis buku sambil nyewa apartemen di Itali sama ayah. Kita pesen pizza segede gentong, hehehe…
I love you,
Kamu wanita hebat
dalam hidupku.
Saya tidak bisa menahan tangis, dan langsung pergi ke lobi
apartemen bersama Alif dan Joya. Alif
mengusap-usap tanganku, dia bilang,
”Udah Mah, jangan nangis.”
Suara Alif lembut.
”Iya Den, mama nangisnya sebentar, ko.” Sambil berusaha menghapus air mata dengan
tissue yang tak kunjung reda. Sesampai
di lobi, saya nelepon kakak di Bandung dan cerita tentang isi surat itu
sekalian minta doa ke Amih.
Seharian saya memberanikan diri menyebutkan, bahwa setiap
yang hidup pasti mati. Seperti dalam Q.S
Al Ankabut, 29:57,
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
Saya percaya, siapapun akan mati, hanya kita tidak tahu kapan dan bagaimana kita mati. Saat suami sakit adalah saat yang paling sulit, dengan menyadari bahwa jenis penyakit itu berdampingan dengan kematian. Saya sadari, kematian itu pasti, tapi kita tidak tahu kapan dan bagaimana. Meskipun sekarang kita tahu tengah dalam penyakit yang berat, tapi hidup harus diperjuangkan. Terkena penyakit kan bukan berarti akhir kehidupan, ketika ada kesempatan pengobatan melalui cara apapun asal tidak dengan jalan syirik harus dijalankan dan tetap berfikir positif.
Saya sadari, siapapun, hal yang paling menakutkan adalah perpisahan. Kalau dia pergi, seolah ada harapan bisa bertemu. Tapi ketika seseorang yang kita sayangi tutup usia, kita tidak tahu kapan bisa bertemu kembali. Saya tahu, bisa jadi penyakit ini memisahkan kami atau bisa jadi tidak. Paling utama sekarang, usahakan semaksimal mungkin, biarkan Allah menolong kehidupan kami dengan cara-Nya. Apakah dengan disembuhkan atau sebaliknya.
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
Saya percaya, siapapun akan mati, hanya kita tidak tahu kapan dan bagaimana kita mati. Saat suami sakit adalah saat yang paling sulit, dengan menyadari bahwa jenis penyakit itu berdampingan dengan kematian. Saya sadari, kematian itu pasti, tapi kita tidak tahu kapan dan bagaimana. Meskipun sekarang kita tahu tengah dalam penyakit yang berat, tapi hidup harus diperjuangkan. Terkena penyakit kan bukan berarti akhir kehidupan, ketika ada kesempatan pengobatan melalui cara apapun asal tidak dengan jalan syirik harus dijalankan dan tetap berfikir positif.
Saya sadari, siapapun, hal yang paling menakutkan adalah perpisahan. Kalau dia pergi, seolah ada harapan bisa bertemu. Tapi ketika seseorang yang kita sayangi tutup usia, kita tidak tahu kapan bisa bertemu kembali. Saya tahu, bisa jadi penyakit ini memisahkan kami atau bisa jadi tidak. Paling utama sekarang, usahakan semaksimal mungkin, biarkan Allah menolong kehidupan kami dengan cara-Nya. Apakah dengan disembuhkan atau sebaliknya.
***
Hari Rabu pagi, 18 Februari 2015, kami bertemu dengan
dr.Setyo Widi. Dengan membandingkan
hasil tes bulan Juni 2014 dan Februari 2015, dalam jarak 7 bulan benda itu
tidak membesar dan kepadatannya berkurang.
Hasil tes bulan Juni 2014, benda itu terlihat sangat jelas, padat dan
pembengkakannya besar. Sementara di
bulan Februari 2015, benda itu terlihat lebih jarang mekipun ukurannya masih
sama dan pembekakannya berkurang. Dengan
karakter bentuknya, bisa jadi benda itu adalah Glioblastoma, tapi mengingat
karakternya yang agresif, mestinya ukurannya membesar 2 kali lipat dalam jarak
usia 7 bulan bahkan usia pasien tidak akan bertahan selama itu.
Sementara, ini sudah 7 bulan ukurannya tetap sama,
pembengkakannya berkurang dan banyak yang kosong. Jadi dokter merasa sangsi, jangan-jangan
benda ini jenis jinak atau sekedar infeksi.
Dokter tidak bilang ini ada kemajuan/perbaikan, tapi memang kondisi
bendanya berkurang. Beliaupun bertanya
tentang cara pengobatannya, lalu kami bilang dengan akupunktur. Tapi beliau tidak menjanjikan pengobatan yang
sudah keluarga lakukan akan membuat bertambah baik atau sebaliknya. Karena dia khawatir benda itu merusak sistem
syaraf (otak) dan jika sudah terjadi akan sulit diperbaiki. Kalau prosedur kedokteran, memang kalau ada
benjolan seperti ini apalagi posisinya di otak memang harus diangkat. Tapi semua keputusan berobat tergantung pada
pasien sebagai pemilik tubuh.
Kekhawatiran kami tidak melakukan operasi adalah karena
posisinya di sistem syaraf bicara dan kemampuan organ kanan berkurang. Kalau di operasi jadi tidak bisa bicara atau
malah tidak jadi berfungsi, untuk apa? Rupanya
dr. Setyo Widi mempunyai teknik operasi dengan membuat pasien tetap terjaga
saat di operasi otak nama jenis operasi otaknya yaitu Awake Craniotomi. Jadi saat operasi, si pasien dalam keadaan
bangun, pasien diajak bicara, menggerakan tangan atau kaki. Upaya ini untuk mengetahui syaraf-syaraf otak
agar tidak terangkat, dengan begitu bisa meminimalisir resiko operasi
otaknya. Tujuannya tentu saja, setelah
operasi tidak ada kekurangan fungsi fisik apapun dan tetap normal.
Lalu kami mulai bicara mengenai harga operasi, beliau bilang
sekitar 60-70 juta. Tapi kalau punya
BPJS semua operasi bisa gratis, tapi bisa dilakukan di RSCM (Rumah Sakit Cipto
Manggunkusumo) Jakarta. Dan jika
keluarga memang mau memutuskan untuk operasi, katanya lagi, kebetulan di akhir
bulan Maret ini akan datang dokter dari Amerika akan memberi arahan tentang
pola-pola syaraf. Jadi waktunya
tepat. Kalau mau, daftarnya tanggal
14-15 Maret 2015, biar nanti beliau yang mengatur jadwalnya. Saya tidak tahu, apakah ini berita gembira
atau bukan, tapi hati saya tenang mendengarnya.
Rasa haru membuncah ketika keluar dari ruang praktek
dokter,saya dan Teh Embay berpelukan. Suami tidak ikut mendengarkan tuturan dokter karena tidak kuat dinginnya AC. Perjalanan yang tidak sederhana, 7 bulan akupunktur dengan beragam
kejadian. Analisa awam kami pada hasil MRI ternyata
benar bahwa kondisi suami membaik, walaupun dokter sangsi atas “benda ini”
apakah akan terus berkurang, membaik atau sebaliknya. Seperti ada harapan baru untuk mempertimbangkan
percepatan pengobatan melalui cara Awake Craniotomi. Karena kalau kita mengikuti prosedur
kedokteran/medis, “benda itu” harus dipastikan jenisnya, apakah jinak, ganas
atau sekedar infeksi. Saya berharap ini
infeksi, meskipun tes kedua mengalami pembesaran. Kami seolah berlomba dengan kondisi fisik dan
mental suami dalam menghadapi “benda “ ini.
Bukan kebetulan ada pertemuan dengan dr. Setyo Widi, pasti ada sebab kenapa kami harus bertemu dengan beliau. Satu sisi saya merasa lega tentang hasil tes MRI dan teknis operasi yang baru kami ketahui ini. Tapi semua harus
dibicarakan dengan keluarga besar mengenai langkah berikutnya, apakah lanjut
akupunktur dan herbal atau melakukan operasi Awake Craniotomi. Allah, berilah petunjuk-Mu.
@imatakubesar
21 Februari 2015
Sama seperti sepupu isha, mengalami tumor otak. Sekarang di rawat di rs d surabaya. Sudah operasi tp mengakibatkn pengelitan berkurang. Semoga Allah segera memberikan kesembuhan ya mak :)
BalasHapusHalo Vanisa ;), salam kenal yah. Eh, Ima lihat di g+, kamu kerja di RSCM Kencana, ya? Boleh chating?
HapusKamu hebat, Ima. Bahagianya kalian saling menguatkan di saat2 sulit. Insyaallah segera diberi petunjuk untuk keputusan terbaik. Aamiin. Tetap semangat yaaaa
BalasHapusSama, Mba Donna juga hebat. InsyaAllah, dia Mba Donna diterima, Makasih banyak, yah :*
HapusSalam kenal mbak. Semoga suami segera diberi kesembuhan ya. Semangat terus mbak ima :-)
BalasHapusHai Mba Lia, Salam kenal juga. Makasiiih, Cumungddd... hehehee ;)
HapusInsha Allah dikasih jalan terbaik, Teh. Ada jalan buat sembuh. Aamiin.
BalasHapusEvi... mun lagi sedih, suka inget STUBA. Inget Kang Holis yang lagi gitar-gitar sambil ketawa-ketawa. Khas pisan :'(
HapusInnalillahi wa inna ilaihi rojiun.. semoga Allah mengembalikan kesehatan suaminya ya, Teh, dan keluarga diberikan kesabaran. Aamiin..
BalasHapussemoga semua berlalu ya mbak..
BalasHapusSing dikuatkeun sabarna jeung tawakalna, aamiin.
BalasHapusErri, nuhun Erriiiiii...
HapusSemoga selalu kuat. Mau tanya, apa bagus ya minun KANGEN water itu. Terima kasih.
BalasHapusPeluk Mba Imaaaa
BalasHapusSaya salut banget pas dengar cerita Mba sepulang dari pertemuan dengan Yoris di PP. Saya sampai merenung, antara ingin memeluk Mba Ima dan rasa kagum.
Istri yang tanpa pamrih dan memberi yang terbaik untuk suami dan keluarga.
Semoga selalu mendapat yang terbaik ya Mba Ima. Semoga suami cepat sembuh dan Mba Ima selalu sehat...