Idul Adha dan Kampungku



     


K
emarin lihat-lihat file, ada foto-foto Idul Adha beberapa tahun lalu. Idul Adha di  kampungku itumerupakan momen yang sangat menyenangkan dan berharga.  Biasanya, suasana Idul Adha lebih rame dan menyenangkan.  




Beberapa warga memilih melakukan qurban di koordinir oleh DKM  Masjid Nurul Huda lalu menyimpan dan mengumpulkan kambingnya di kebon Amih.  Kebon jadi rame suara kambing lalu menarik anak-anak sekitar untuk bermain bersama kambing-kambing itu, ada yang menungganginya dan memberi rumput.  Kadang, ada juga anak-anak yang suka eksperimen sampai kambingnya lepas dari tali.  Dikejar-kejarlah anak-anak itu dan mereka ketakutan.  Suasana malam takbir di balik masjidpun bertambah meriah oleh tawa anak-anak dan suara kambing.  Kadang di malam takbir derap langkah orang yang bawa kambing menjadi heboh karena anak-anak ikut menyambut dengan riang dan ikut menggiring langkahnya.


Besok paginya, setelah shalat ied dan bersalam-salaman, mereka bersegera berkumpul dan , masing-masing bawa golok dan pisau.  Kebon makin meriah dengan beragam persiapan seperti menyiapkan kompor, panci ukuran besar, menggelar daun pisang  dan plastik lebar, dan kantong plastik. 


Ledeng, meskipun termasuk “kota” tapi warganya masih terbilang solid dan saling memperhatikan satu dengan yang lain.  Bisa terlihat ketika ada acara-acara penting seperti Idul Adha dan hari kemerdekaan yang mengharuskan melibatkan kerjasama antar warganya.  Sementara, beberapa ibu-ibu duduk-duduk, membuka pembicaraan antar mereka beromantis ria masa kecilnya yang sering bermain di kebon ini, main galah asin, boy boyan, sorodot gaplok, perang-perangan dan banyak lagi.  Waktu yang membuat mereka berbeda, kondisinya sekarang duduk-duduk sambil bawa anak, wajah kami semakin tua dan cara bicara kamipun berbeda. 



Kebon ini punya Amih, sengaja dijadikan lapang biasa, selain untuk keperluan keluarga tentu untuk beragam kegiatan, kepentingan warga bahkan sering digunakan oleh Kang Iman dan komunitasnya (CCL) untuk kegiatan kesenian seperti latihan-latihan teater, workshop maupun pertunjukan kesenian.  Selain itu tentu agar anak-anak ada ruang bermain di ruang terbuka dan merasakan pepohonan.  Meskipun di Ledeng sudah sangat padat penduduk dan bangunan tapi kebon Amih ini semacam kejutan ditengah rumah-rumah yang semakin padat. Nah, selain mengizinkan warga menggunakan untuk potong kambing, Amihpun menyiapkan kopi, nasi dan camilan serta melibatkan Teh Ida (anak Amih) sebagai juru masak untuk memasak beberapa potong kambing untuk dilahap bersama.   Dari pihak masjid menyiapkan air kemasan, beberapa tetangga yang lain mengirim kue ke kebon.  Kemudian Kang Tisna, Kang Isa, Zico, membawa kanvas dan tinta air untuk membuat karya lukis, mengabadikan momen berharga ini.  Anak-anak CCL mengeluarkan alat musik tepuk seperti Jimbe.  Sebuah kebersamaan dan percampuran keramaian yang saling melengkapi dan penuh keriangan.  Sebuah perpaduan romantis antara spiritual dan kesenian.



Ada kegembiraan yang terpancar ketika suatu warga berkumpul, ketika para lelaki memotong daging kambing dan ataupun sapi, beberapa ibu-ibu memasak beberapa potong daging kambing di dapur Amih.  Beberapa potong daging ini diolah untuk di makan bersama di kebon dengan para warga yang terlibat pemotongan dan pembagian kambing saja.  Biasanya nyaris semua pemuda dan bapak-bapak turun tangan untuk memotong dan membagi qurban untuk warga, sehingga acara potong kambing ini menjadi ajang kumpul warga yang menyenangkan.


Dipikir-pikir, lihat beberapa ekor hewan disembelih itu  tidak tega dan menyeramkan,  apalagi disaksikan oleh banyak orang bahkan anak kecil.  Mereka melihat penyembelihan, kematian, keluar aliran darah di lehernya, dikuliti, di potong-potong.  Sepertinya ini semacam perayaan sebuah kematian mahluk hidup, tapi bukan kematian kambing itu makna dibalik pemotongan hewan-hewan tersebut.  Namun qurban semacam tanda perayaan manusia melepaskan diri dari keduniawian:  jabatan, kehormatan, uang, rumah, seni, pakaian, kelas sosial, ladang pertanian, dan lain-lain.  Sebuah tanda, seberapa ikhlas hatimu melepaskan “nafsu” yang kau cintai untuk kau lepaskan.   Dimana manusia diuji membebasan diri dari keduniawian serta keegoisan.  Ketika seseorang mempunyai harta berlebih,disini manusia diuji seberapa berani ia membebaskan dirinya untuk menyisihkan dana untuk membeli kambing/sapi, memotong dan membagikan pada orang-orang.  Saat itulah kamu diuji seberapa ikhlas dan lepas hatimu dengan benda.  Maka kegembiraan pun terpancar sebagai tanda dilepasnya keterikatanmu dari diri dan benda/keduniawian.  


1 komentar:

  1. Kalau saya, penyembelihan hewan kurban biasanya dilangsungkan tidak jauh dari rumah. Sehari menjelang hari raya biasanya kambing-kambing sudah diparkir di dekat rumah termasuk juga di halaman rumah, hahaha. Alhasil banyak anak-anak kampung yang singgah di rumah sekedar untuk memberi makan dan bermain dengan kambing. :)

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv