Kakaknya Ifa


Belum selesai nulis tentang kegilaan, ada yang lebih gila (baca: bodor).  Kejadiannya gini, selesai nonton bareng (gratiz) di XXI Ciwalk judulnya Sang Penari.  Keluar dari studio sambil menyisakan perasaan yang menyesakan dada, gelisah atas jalan cerita yang disuguhkan tentang pergeseran budaya, sejarah yang sering kita lupakan, masyarakat yang dipolitisasi, ronggeng yang dimanfaatkan keadaanya oleh masyarakat maupun politik.

Tidak ada sesi diskusi, tapi ketika keluar studio sudah disambut oleh pemain utama perempuan Prisia Nasution, Teuku Rifnu sebagai pemain pembantudan Shanty sebagai produsernya.  Hampir semua penonton mencoba mengajak para pemain untuk berfoto-foto.  Kami berada dikerumunan itu tak sengaja seorang produser film tersebut mendekati lalu terlibat sebuah obrolan yang menyenangkan, perbincangan mengalir dan interaksi cukup asik.  Tak habis-habisnya saya hujani ungkapan pujian, karena film ini cukup bisa menghipnotis dan mengguncangkan perasaan saya, tentang bagian dari tanah air saya dan secorek sejarah yang tercecer.  Harga sebuah jiwa, nyawa di desa terpencil. 

Ditengah obrolan itu, tiba-tiba ada sepasang laki-laki dan perempuan mendekati suami saya, Cholis, dia menyapa dan memperkenalkan diri.
"Hai, maaf... perkenalkan saya kakaknya Ifa, apa kabar?" Laki-laki itu menyapa Cholis penuh santun.  Terlihat wajahnya sumringah dan penuh harap.
"oh, iya... baik,baik... terimakasih." Jawab Cholis.
"Boleh foto bareng?" Pertanyaanya cukup membuat saya bertanya-tanya, saya fikir mereka adalah kakak salah satu murid di tempat suami saya mengajar. 
"Boleh." Jawab suamiku sambil bersiap untuk berfoto.  Sayapun sedikit mengambil posisi menjauh karena mereka akan berfoto berdua. Pertama, laki-laki si penyapa yang mengenalkan diri sebagai kakaknya Ifa berfoto bersama dengan Cholis.  Selesai di foto, teman perempuanya menawarakan diri,
"Boleh saya yang difoto dengan anda?" Perempuan itu penuh semangat mengambil posisi foto bersama Cholis.Lalu si-laki-lakinya mulai memoto mereka dengan serius.
"Terima kasih yah." Jawab mereka penuh santun.
"Sama-sama." Merekapun bersalaman, Cholis kembali pada saya dengan wajah senyam senyum.  Sementara mereka berjalan ke pinggir lalu berdiri di dekat dinding sambil terus menerus memperhatikan kami.

"Lis, siapa?"  Bisikku.
"Engga tahu, katanya kakaknya Ifa." Ekspresinya seolah menyembunyikan sesuatu.
"Ifa yang mana, murid Cholis?" Tanyaku
"Engga tahu.  Yuk, cepat kita pulang." Terlihat wajahnya menyimpan sesuatu.
"Jadi Cholis ga tahu Ifa yang dia maksud?" Bisikku.
"Ga tau nih, wajah gue wajah artis kali yah.  Orang mah berfoto sama artis, mereka malah minta foto sama gue.  Nasib wajah pasar nih, udah mah dibilang mirip Ki Joko Bodo, Limbad, Man Jasad dan sederet lainnya sejenis itu lah... haduuuh nasib orang ganteng."  Sambil menarikku segera keluar dari kerumunan.  Sambil berjalan cepat saya mengeluarkan flyer film Sang Penari.  
"Ngg... sebentar, penasaran nih, soalnya mereka tampak antusias seolah-olah kenal banget sama kamu." Sambil jalan saya lihat susunan pemain tercantum disana, lalu ada casting, perekam suara... bla... bla... bla.... dan Dor! diujung susunan nama pendukung terdapat nama sutradara bernama Ifa Isfansyah.
"Lis."  Saya menghentikan jalan sambil memandang wajah Cholis.  "Ifa itu sutradara film ini. Lihat nih... Jangan-jangan Ifa yang mereka maksud sutradara film ini lho."  Saya menunjukkan tulisan di flyer tersebut. 
"Iyah, bener... bener... Soalnya mereka yakin gitu dan kayanya happy banget."  Suami saya celingak celinguk sambil lihat ke belakang.
"Bener Lis, jangan-jangan teman-nya Si-Ifa itu model-model kaya kamu gitu lah. Hahahhaaa..."
"Buru balik, gawat nih kalau ketemu lagi. Hahhaaaaaa..."
Kamipun segera kabur sambil tertawa-tawa tanpa melihat kebelakang.  Kabur!

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv